“Teruntuk dia di seberang sana. Entah apa yang kini sedang dilakukannya, aku tak tau. Dan entah apa yang sedang dipikirkannya, tak dapat ku bayangkan. Ku tuliskan sebuah pesan ini agar ia mengerti. Dan biarlah ku tulis kata-kataku, karna kini ku berharap lebih dari sebelumnya. Mungkin nanti ia ‘kan mengerti, atau tidak sama sekali. Aku hanya ingin membebaskan apa yang terbelenggu di balik hati yang semakin tandus.”
Secarik kertas berisi ungkapan. Berdebu dan kusam karna lama tak tersentuh. Tahun demi tahun berjalan meninggalkan berbagai kenangan di belakang. Mencoba memahami isi hati lelaki yang terperangkap lama di dalam dirinya.
Kini mencoba melepas semua… semua yang terbelenggu di dalam. Kian tersiksa di setiap tengah malam. Memikirkan apa yang tak perlu. Menangisi sesuatu yang bukan miliknya. Berharap seorang wanita yang jauh di seberang Utara sana.
Ia memaksa dirinya tuk terus berdiri walau semakin lemah. Tak kuasa lagi tuk berandai apa yang didambakannya. Ukiran berdemu semakin memudar. Terus menghitam dimakan usia.
Langkahnya sudah begitu jauh. Menelusuri setiap sudut untuk mencari kebenaran. Mencari kemungkinan akan sosoknya di dalam sebuah cerita harian wanita itu — yang elok serta teduh — syahdu di setiap langkahnya.
Dan mata memandang, bukti terlihat begitu nyata di depan. Tapi tetap ingin bersikeras tuk meyakinkan diri bahwa cahaya cinta yang telah menerobos masuk ke hatinya, merupakan kesucian murni tuk berkisah dengan wanita itu. Apapun kebohongan yang terlintas, itulah kebenaran yang masih ingin ia buktikan.
Dan kini setelah itu, ketika ia lelah menyebrangi samudra, ketika kakinya sudah tak sanggup lagi mendaki gunung tertinggi. Terlihat ingin menyerah, tapi tak kuasa menghadapi beban yang terbelenggu di hatinya. Beban cinta yang tak pernah terungkap untuk si dara jelita.
Melukislah ia bersama kata-kata, dengan langit sebagai wadah terbaik, untuk digambarkan bagaimana perasaannya yang telah lama terjebak, ingin memberi kabar kepada si anggun, sebuah cinta suci nan penuh harapan.
Karna mungkin ketika wanita itu memulai hari di waktu fajar, tanpa disengaja matanya menatap langit yang penuh akan pesan tersirat dari seorang lelaki tak bernama. Ia lah lelaki yang mencinta dalam keheningan, menyimpan sebuah nama di balik batinnya, untuk dilantukannya kepada Tuhan di saat senja kian meredup.
Seakan buku harian tertutup perlahan, tapi kisahnya belum juga menemui titik ujung. Hanya tumpukan koma berserakan di dalamnya. Dan selama itu pula, mungkin sebuah titik akan hadir saat wanita itu menyadari ada kisah dari lelaki tak bernama ini untuk melengkapi isi buku hariannya menjadi lebih berwarna dari biasanya.
Maka berlalulah mereka berdua. Terpisah jarak ribuan kilometer. Tapi harapan masih saja hidup di balik hati lelaki berjubah ini.
“Mungkin tidak hari ini, mungkin pun nanti suatu hari. Biarlah ku berharap teriring doa, sebagai bukti ku kepada Tuhan akan kesucian cinta ini. Dan tentang pesan yang telah tertulis, sebagiannya kini berdebu kusam, namun tetap ku jaga agar tulisannya takkan pernah memudar. Mungkin nanti kau akan melihatnya, atau mungkin tak akan pernah. Tapi inilah harapanku, inilah doaku untul bisa sampai padamu. Jika saja seperti itu…”
19–05–2017
— breaking reza