Sang Pemilik Mata Bidadari

Cerpen

Reza Fahlevi
3 min readMay 20, 2024
Photo by Khaled Ghareeb on Unsplash

Dari kejauhan, mataku spontan melirik Dara yang sedang berada di sebelah sepeda motornya. Ia berdiri sembari mengenakan jas hujan. Meski rintikannya belum membasahi permukaan bumi, wanita itu sudah lebih dulu mempersiapkan diri.

Ketika sedang sibuk mengenakan jas hujan, suara petir mengagetkan Dara. Ku lihat ia menutupi kedua telinga yang terbalut rapi oleh jilbab biru. Tak hanya sekali, petir yang lebih dahsyat kembali mengaum untuk kedua kalinya, membuat wanita itu terlihat semakin mengeratkan kedua tangan untuk menutupi telinga sambil sedikit merundukkan kepala.

Tak lama berselang, Dara menoleh ke kenan dan, sepertinya tanpa sengaja ia melirikku yang sejak tadi sudah memantaunya dari kejauhan. Aku yang menatap mata spontan tertegun, tepat di saat ia yang juga menatap kepadaku. Di momen ini, aku tidak hanya tertegun, tapi juga merasa seperti ada sesuatu yang menerobos ke dalam diriku.

Tak bisa ku jelaskan dengan rinci seperti apa laju perasaan tersebut; yang jelas aku sama sekali tak bisa memalingkan pandangan dari menatap Dara. Dan barangkali, dirinya yang melihatku seperti ini mulai menyadari gelagatku. Lantas, masih dengan kedua tangan yang menutupi telinga, Dara malah mengumbar senyuman padaku. Adapun aku — aku tak bisa berbuat banyak kecuali hanya memandangi wanita itu dalam diam. Ku pikir, saat ini kedua mataku terbuka lebih lebar. Aku merasa seperti jatuh ke dalam satu ruang imajinasi di mana berisikan permadani nan indah. Permadani itu adalah tatapan serta senyuman milik Dara.

“Petirnya ngeri kali…” gumam Dara seraya membebaskan telinga dari belenggu tangannya. Adapun aku… perkataan sang wanita seketika membuatku sadar dari lamunan panjang.

Sambil tersenyum, aku pun membalas, “gak juga. Kayaknya petir lagi bahagia sekarang.”

Dara lantas mengerutkan dahinya, mungkin karena tak paham dengan maksudku.

“Apa hubungannya…?” tanya wanita itu.

“Coba liat langitnya…”

Dara menurut saja dan mulai menolehkan kepala ke atas untuk menatap langit yang cukup hitam. Tak lama berselang ia kembali melirikku dengan wajah penuh pertanyaan. Sikap wajahnya itu juga dibersamai dengan sang wanita yang menggeleng-gelengkan kepala, pertanda dia juga masih belum paham maksud dari ujaranku tadi.

Lantas, diriku berkata, “langit boleh aja hitam pekat. Tapi sejak kamu berdiri di bawah langit, tiba-tiba ada aura cerah yang muncul, dan itu cukup untuk buat petir senang karna dia terpesona dengan cahaya dari kamu.”

Mendengar itu spontan membuat wajah Darah merona-rona. Dia bahkan sampai merundukkan pandangan dari menatapku, mungkin karena malu. Tapi tak lama kemudian, Dara kembali menatapku; kali ini ia sedikit memiringkan kepalanya ke kanan sambil melirikku dengan lebih dalam. Saat sang wanita lagi-lagi mengumbar senyuman, dan di detik yang sama pula aku terdiam karena terpana.

Jujur saja, yang ku sukai dari Dara adalah matanya. Dan mata si wanita menjadi lebih indah ketika dia tersenyum. Ketika Dara menatapku sambil tersenyum begitu, bisa dipastikan kehidupanku di dunia berhenti untuk sesaat. Sebagai gantinya, barangkali aku dibawa ke suatu alam yang cukup indah di mana diriku sendiri tak punya berbagai kata untuk menjelaskan keindahannya karena saking mewah dan tinggi tingkatannya. Dan yang dapat melakukan ini adalah Dara, wanita si pemilik mata bidadari.

“Fahri…” ujar Dara yang lagi-lagi membawaku kembali hidup ke dunia. “Sebenarnya, yang terpesona itu petir atau kamu?” lanjut sang wanita.

Aku tak mampu menjawab pertanyaan Dara; yang dapat ku lakukan hanya tersenyum malu. Tapi, dengan senyumanku yang seperti ini, aku seakan-akan yakin bahwa Dara pasti paham maksudnya.

Di momen ini, tak ada lagi obrolan yang terlontar melainkan kami beruda hanya saling menatap satu sama lain. Dan tak lama setelahnya, hujan pun mengguyur, perlahan-lahan semakin deras saja. Adapun Dara yang sudah memakai jas hujan malah berlari ke arahku yang sedang berdiri di bawah atap.

Saat Dara tiba dan berdiri di sebelahku, kami kembali membawa mata untuk saling menatap. Entah berapa lama kami melakukannya sampai kemudian, baik diriku dan dirinya malah tersenyum di waktu yang sama. Aku sendiri kembali terkirim ke suatu alam nan mewah ketika melihat Dara mengumbar senyuman lebar, membuat susunan giginya terlihat jelas olehku.

Breaking Reza

--

--