Berputarlah mereka tepat setelah cahaya matahari terbit. Melihat ke sekitar di mana jalanan masih juga terlihat sepi. Saat ada sapaan yang hendak tertuju kepada seseorang, di saat itu hanya menanti kekosongan.
Bukan cerita namanya jika tak berawal. Bukan pula cerita namanya jika tak menantang. Lelah upaya berkeliling ke sana kemari, terkadang hanya abaian yang menjadi saksi.
Roda tiga berputar dan mencari. Berharap dapat membawa pulang sesuap nasi. Untuk menghibur suara keroncongan di dalam yang telah lama ditahannya dalam seharian.
Hingga sore membawa warna kemerahan di langit. Dia masih menanti seseorang untuk menjelajahi kota di tengah kebisingan.
Seakan terukir air mata, menitik setetes jatuh melalui pipi yang berdebu kusam, wajah lelah yang dicoba sembunyikan jauh ke dalam, tak mampu mengelabui pandangan seorang gadis kecil di seberang sana.
Dan roda masih terus berputar hingga malam. Ada lampu di setiap hamparan cahaya hitam, mewarnai segala seisi kota yang masih sibuk… bersama harapan yang sama pula.
Terkelupas kulit gelap itu sebab cumbuan cahaya perkasa. Terbakar perlahan akibat panas yang menyentuhnya. Dan dia masih dengan pakaian yang sama, masih dengan lelah yang sama, dan masih bersama kesendirian yang sama.
Cerita yang telah tertulis di dalam lembaran, adalah tinta yang terus melihat alur kehidupannya. Tiga roda membersamai kisah yang pilu. Tiga roda yang hidup dengan luka penuh makna.
Kerja yang diemban hanya sebagai mencari nafkah. Seorang ayah yang hanya hidup bersama putrinya. Malu jika waktu dihabiskan untuk meminta-minta kepada orang yang berlagak sibuk di luar sana.
Tapi gadis kecil itu hanya ingin bertanya,
“Apa ayah sedih?”
Senyumanlah yang dapat menjadi jawabannya. Sebab itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan sang gadis kecil bahwa ia tak pernah sedih, meskipun harus dengan cara berbohong.
Ketika tiga roda itu menjelajahi hari, jalanan adalah saksi bagaimana seorang ayah menghidupi sang putri di bawah terik sinar perkasa matahari.
Masih belum ingin menyerah, tidak juga tersirat untuk berhenti.
Karna, cita-citanya hanyalah melihat sang putri kesayangan tersenyum saat ia tiba di rumah dengan dua bungkus nasi.
11 Maret 2021
Lueng Bata, Banda Aceh
— Breaking Reza