Setiap kita pasti pernah berpikir sebenarnya untuk apa adanya bulan Ramadan ini, yang selama satu bulan kita harus menahan hawa nafsu dari waktu subuh hingga petang, dan ini tidak hanya menahan hawa nafsu saja, lebih daripada itu kita diharuskan untuk menahan diri dari perbuatan hingga pikiran jahat-jahat. Memang dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183 sudah Allah katakan bahwa setiap orang islam yang beriman diwajibkan untuk berpuasa.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَا مُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ۙ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 183)
Dari ayat di atas sudah jelas memang kita yang beragama Islam, ditekankan lagi kepada yang beriman, wajib untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadan, tidak ada pengecualian. Ayat tersebut tidak dapat dibantah atau diakali lagi sebab itulah firman Allah. Maka sebenarnya, terjawab sudah mengapa kita ini diwajibkan oleh Yang Maha Kuasa untuk berpuasa, sebagaimana itu merupakan perintah-Nya.
Tapi, selain perintah, ada lagi hal lain yang membuat kita seharusnya memang mesti melaksanakan ibadah puasa tanpa ada pengecualian, tanpa harus bertanya-tanya dalam hati terkait perintah ini. Penulis melihat dalam surat Al-Baqarah di ayat terakhir yang berbunyi:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَا قَةَ لَنَا بِهٖ ۚ وَا عْفُ عَنَّا ۗ وَا غْفِرْ لَنَا ۗ وَا رْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰٮنَا فَا نْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 286)
Mari kita simak bunyi dari awal ayat di atas yaitu, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. Banyak penafsiran terkait bunyi dari ayat tersebut. Bagi penulis, ayat tersebut lebih kepada motivasi diri, baik raga dan jiwa, dari Allah untuk kita sebagai bekal menghadapi setiap kejadian dalam hidup. Allah sebagai Sang Maha Pencipta, sudah mengetahui kapasitas hamba-Nya. Sejauh mana kita mampu menangani setiap permasalahan yang ada dalam kehidupan, Allah tahu. Oleh sebab itu, Allah meyakinkan kita bahwa ujian yang kita hadapi itu tidak akan pernah melampaui batas kesanggupan kita.
Sekarang mari kita lihat tentang puasa ini. Bukankah dibutuhkan tenaga baik fisik maupun mental? Bayangkan menahan lapar dan dahaga berjam-jam, serta juga yang lainnya, itu butuh yang namanya kesiapan yang bukan main-main. Bagi individu yang belum siap, akan ada sedikit keluhan yang muncul dalam dirinya, baik yang terlisan maupun tidak, terhadap kewajiban puasa ini. Padahal jika kita mampu mencerna ayat tersebut, kita paham bahwa puasa yang diwajibkan oleh Allah itu, diperintahkan kepada kita semata-mata karena kita ini sebenarnya sanggup melakukannya. Hanya saja terkadang kita tidak mencoba membuka hati lebih jauh lagi, merasakan setiap ayat-ayat Al-Qur’an, yang sebetulnya ada kaitannya dari satu ke ayat lainnya terkait dengan kehidupan manusia. Oleh sebab itu Al-Quran menjadi pedoman hidup bagi setiap insan.
Lebih lanjut, dari ayat tersebut, sesungguhnya puasa ini ada karena Allah percaya bahwa kita yang menjalankannya pasti akan sanggup menjalaninya dalam sebulan penuh, tanpa harus mengeluh ini itu, bertanya-tanya yang tak ada gunanya, atau berpikiran negatif terhadap bulan suci ini. Karena seperti yang para ulama katakan, puasa hadir sebagai tempat kita memperbaiki diri, atau menggerakkan diri agar lebih baik dari sebelumnya.
Maka, jawaban lainnya dari pertanyaan yang timbul, “kenapa harus ada puasa?”, jawabannya adalah sebab kita mampu melakukannya, sebab puasa itu bukanlah hal yang melebihi kesanggupan kita, dan sebab Allah percaya pada kita. Bayangkan, Allah sebagai Pencipta segalanya, menanamkan kepercayaan pada kita melalui perkataan yang berbentuk motivasi. Lalu, ketika Allah sudah percaya, kenapa kita sebagai hamba-Nya masih saja ragu? Menganggap puasa itu berat, susah, atau penghambat aktivitas sehari-hari. Pikiran dan perasaan seperti itu sudah saatnya kita buang jauh-jauh.
Sebenarnya, penyebab kita ini berat melakukan puasa adalah karena pikiran dan perasaan negatif itu (mindset), lahir dan berkembang biak dia di dalam tubuh kita. Oleh karena itu, semakin kita berpuasa dalam ke-negatifan, semakin kita tidak mampu menjalankannya. Cobalah untuk berpikir serta berperasaan positif, Insya Allah puasa ini akan terasa ringan-ringan saja. Bahkan ketika lapar dan dahaga semakin menjadi-jadi, kita tetap merasa kuat dan menikmati saja hari demi harinya. Ketika sebuah hal positif muncul dari dalam hati, Insya Allah akan lahir pula kekuatan untuk kita menghadapinya. Sebaliknya, semakin perasaan dan pikiran negatif bermain peran, semakin kita terpuruk dan lemah untuk menjalaninya.
Penulis menganggap bahwa surat Al-Baqarah ayat 286 itu adalah sebagai motivasi diri. Motivasi diri yang diberikan langsung oleh Allah untuk kita terus percaya serta optimis dalam menjalani hidup. Puasa, serta kejadian-kejadian lainnya yang terasa begitu berat bagi kita untuk menghadapinya, dapat kita katakan sebagai uji coba. Dengan adanya ayat tersebut, diharapkan mampu mendorong serta melahirkan semangat dalam jiwa untuk terus berusaha dalam ketulusan.
Kesimpulannya, puasa itu adalah perintah Allah kepada kita umat Islam yang beriman kepada Allah, untuk menjalankannya di bulan suci ramadan. Selain itu, puasa diwajibkan kepada setiap individu yang beriman sebab Allah sudah memastikan bahwa itu sama sekali tidak akan melebihi batas dari kesanggupan kita. Yang terpenting lagi adalah, Allah percaya bahwa kewajiban puasa itu pasti sanggup kita jalani dengan semestinya.
Kewajiban akan terus menjadi kewajiban, tidak akan berubah. Dan kita sebagai manusia terkadang menjalani perintah itu dengan terpaksa, tidak sepenuh hati. Sebagai makhluk yang terlahir dengan batasan-batasan, memang hal ini wajar. Tapi mengeluh terus-menerus tak berujung juga bukan sesuatu yang normal. Oleh sebab itu, kita harus selalu ber-positive thinking.
Sebenarnya, tidak hanya puasa saja, setiap hal yang kita alami itu bukan terjadi begitu saja tanpa ada sebabnya. Jauh sebelumnya, Allah sudah merencanakan semuanya, bahwa setiap individu akan mengalami fase kehidupan yang berputar-putar. Sesekali kita bahagia, sesekali kita sedih. Itu merupakan fase kehidupan. Dan untuk menghadapi lika-liku tersebut, Allah memberikan kita motivasi untuk tetap optimis, dengan menanamkan sebuah keyakinan bahwa setiap fase yang kita alami itu sebenarnya kita akan mampu melaluinya.
Begitulah puasa diperintahkan, begitu juga kehidupan yang akan kita jalani. Jangan pernah takut, jangan pernah meragu, dan jangan mengeluh. Sebab Allah sudah lebih dulu percaya pada kita. Lantas, kita seharusnya juga mesti percaya pada diri sendiri. Inilah bukti bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Tulisan ini merupakan refleksi diri untuk penulis serta para pembaca sekalian. Semoga ada manfaatnya.
Breaking Reza