Apa itu adab? Apa itu ilmu? Dua pertanyaan yang seharusnya sederhana untuk dijawab namun terkadang sulit untuk diterapkan. Secara garis besar, adab, apabila kita menitikkannya dalam ruang lingkup individu, maka bisa menjadi sebuah sifat, karakter, juga sikap dalam diri seseorang. Terlepas dari baik buruknya seseorang itu, atau terlihat elegan maupun tidak di mata orang lain, itulah adab yang ada pada diri seseorang. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang didapatkan oleh setiap individu melalui proses belajar. Yang namanya belajar tidak hanya sebatas memperhatikan penjelasan guru di kelas atau dari banyaknya membaca buku. Belajar adalah apa yang kita dengar, yang dilihat, juga yang dirasakan oleh setiap orang. Dari proses tersebut kemudian masuk ke dalam pikiran serta hati terkait dengan apa yang didapatnya selama ia menjalani proses tersebut. Dengan kata lain, ilmu adalah pengetahuan dari hal-hal baru yang dapat menjadi pelajaran oleh setiap individu.
Lantas, apa kaitannya antara adab dan ilmu? Sering kita mendengar bahwa adab itu harus diletakkan di depan ilmu. Juga sebagian mengatakan adab itu berada di atas ilmu. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa adab itu memiliki peran yang lebih besar ketimbang ilmu. Lalu, apakah demikian?
Penulis pernah beberapa kali mendiskusikan dua hal ini bersama guru, teman, serta orang-orang tua. Dari berbagai macam pendapat yang diberikan oleh mereka, juga berbeda-beda pandangan terkait dua hal ini, ada satu yang mampu membuka pikiran serta hati penulis terbuka yaitu, orang yang beradab itu sudah tentuberilmu.
Mengapa penulis mengambil kesimpulan seperti ini? Sebab, fenomena yang sudah sangat sering terjadi dewasa ini adalah kurangnya sikap saling menghargai perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat bisa dikatakan juga sebagai “ilmu” dari dua belah pihak, baik yang tertulis maupun yang terlisan. Tapi kemudian, kenapa perbedaan pendapat ini begitu sulit untuk hanya dapat diterima tanpa harus diyakini atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Kenapa malah dengan adanya perbedaan hanya memunculkan kebencian?
Inilah bukti di mana ketika dua orang saling bertemu, bertukar pikiran sampai berjam-jam, tapi ketika ada satu hal yang menurut satu pihak tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam isi kepalanya, akhirnya malah memunculkan konflik. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa dua orang tersebut belum mampu menerapkan adab sebagaimana mestinya. Mementingkan ego sendiri, kemudian dengan mudahnya menyalahkan pendapat orang lain, tanpa ia tahu sedikitpun seluk-beluk dari hal tersebut, ini yang dinamakan adab tidak sampai pada penerapan.
Seharusnya dalam setiap perbedaan pendapat, memang ada kalanya akan terjadi perbedaan asumsi dan itu wajar sebab setiap manusia memiliki pemikiran yang berbeda. Namun bukankah lebih baik untuk mengesampingkan ego dan menerima apa yang menjadi landasan orang lain dari diri kita? Apabila terdapat perbedaan yang sama sekali tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan, cukup untuk diterima saja tanpa perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang mampu mengesampingkan ego, seharusnya ia sudah menerapkan adab di dalam dirinya.
Contoh yang nyata dari pengalaman penulis sendiri. Dalam dunia perkuliahan, adalah benar bahwa belajar itu tidak hanya kita dapatkan dari dalam kelas saja. Ada banyak tempat yang dapat kita untuk memperoleh ilmu salah satunya adalah dengan cara berorganisasi. Akan tetapi, tidak semua orang mengikuti organisasi-organisasi di kampus dengan alasan-alasan tertentu. Maka seharusnya, tak etis jika ada mahasiswa A yang ikut berorganisasi menganggap mahasiswa B, yang tidak mengikuti organisasi, sebagai mahasiswa yang terbatas ilmunya atau tidak mau berbaur dengan orang lain. Ini tidak etis sama sekali. Begitu juga terhadap mahasiswa yang mengikuti organisasi. Mereka itu bukan malas untuk datang kuliah hanya karena terlihat lebih sering aktif di organisasi yang mereka ikuti ketimbang hadir ke kampus. Sebenarnya, mereka hanya sedang mencoba membagi waktu untuk dapat hadir sepenuhnya di kelas serta juga aktif di organisasi. Dan hal ini sebenarnya tidak mudah untuk dilakukan oleh mahasiswa A yang memgikuti organisasi di tengah kesibukan kuliah.
Maka anggapan bahwa orang yang tidak mengikuti organisasi itu tidak akan terbuka pikirannya, atau yang mengikuti organisasi adalah para mahasiswa yang tidak serius kuliah, seharusnya pemikiran seperti ini tidak semestinya ada dan tidak akan pernah ada sama sekali jika setiap masing-masing kita punya adab dalam memandang orang lain. Untuk apa tekun kuliah, untuk apa berorganisasi jika cara kita memandang orang lain itu hanya sebatas merendahkah dia?
Dalam kasus lain yang sudah sangat sering terjadi dalam ranah pendidikan adalah konflik antara murid dan guru. Konflik yang terjadi diawali dari kedua belah pihak tersebut yaitu siswa dan guru. Sekarang tak terhitung lagi berapa banyak kejadian murid yang melawan gurunya di sekolah. Poin di sini adalah terkait dengan sopan santun, atau lebih tepatnya adap siswa terhadap murid.
Di sisi guru, ada beberapa yang menjatuhkan mental seorang murid hanya karena ia tidak lebih cerdas dari murid lainnya? Sehingga, hal ini menyebabkan murid akan hilang motivasi belajar, malas, bahkan sampai tertekan karena telah dijatuhkan mentalnya. Atau hal lainnya adalah, memarahi murid di depan kawan-kawannya, mempermalukan dia sehingga ia merasa diri tidak berguna, semua hanya karena si murid tersebut melakukan kesalahan kecil. Hal ini, masih terjadi dalam ruang lingkup sekolah hingga saat ini, bahkan dari dua pihak sekalipun, murid dan guru.
Mengapa terjadi demikian? Sebab kurangnya adab. Siswa tidak tahu bagaimana caranya ia harus berinteraksi dengan guru sebagaimana mestinya, dan guru tidak peka sama sekali terhadap murid-muridnya. Seharusnya setiap murid sadar bagaimana adabnya terhadap guru, juga seorang guru harus menyadari bagaimana adab dia kepada para siswanya. Ketika kedua belah pihak telah tahu dan sadar, maka seharusnya kejadian-kejadian buruk ini, yang mana baik murid dan guru, sebenarnya tidak pernah ingin terjadi ataupun teralami oleh masing-masing mereka.
Adab itu sederhana tapi terkadang sulit untuk diterapkan. Atau mungkin sulit untuk menyadarkan diri sendiri bahwa kita masih kurang dalam hal beradab. Cara kita bersikap kepada seseorang, itu sebenarnya menjadi cerminan kita yang dilihat oleh orang lain. Bagaimana kita bersikap terhadap individu A, B, C, itu semua sebenarnya menjadi acuan ke arah mana serta sejauh mana adab kita ini.
Lalu, apakah adab ini memang harus di kedepankan setelah pengilustrasian penulis di paragraf-paragraf sebelumnya? Menurut penulis, adanya ilmu harus beriringan dengan adab. Inilah penafsiran dari penulis terhadap sebuah pernyataan di paragraf sebelumnya yaitu, seseorang itu berilmu jika dia beradab. Maksudnya adalah, cara kita memperoleh ilmu, menerapkan ilmu, membawa-bawa ilmu itu ke mana saja, semua itu tergantung dari adab kita masing-masing. Ada orang yang menuntut ilmu untuk pintar, untuk mendapat hal baru, untuk dilihat oleh orang lain, atau agar diakui oleh orang lain. Bahkan juga ada orang yang menuntut ilmu agar kehebatannya mampu mengalahkan kehebatan orang lain. Tapi, tidak sedikit pula orang mencari ilmu untuk memperoleh manfaatnya. Manfaat yang didapatkan itu, akan menjadi sesuatu yang berguna untuk orang lain juga kepada generasi selanjutnya.
Maka, adab atau ilmu? Dua-duanya penting. Peroleh keduanya bukan salah satu. Tanamkan dalam diri kemudian terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah saling menghargai pendapat orang lain itu rasanya menyejukkan? Bukankah saling memahami kondisi setiap orang itu menimbulkan kesan indah? Bukankah dengan tidak saling menyalahi akan menutup lahirnya sikap saling membenci? Bukankah kita orang yang bercita-cita hidup dalam perdamaian? Maka, untuk mewujudkan itu semua, terapkan adab. Pelajari adab sebab Insya Allah dengan demikian, ilmu yang akan kita cari akan hadir sendirinya atas izin Allah. Dan adab yang harus menjadi teladan bagi kita adalah adabnya Rasulullah SAW. Beliaulah contohnya dalam hal bersikap dengan sesama.
Mulai sekarang, tahan diri. Apalagi di bulan suci ramadan ini, seharusnya menjadi bulan ajaran untuk kita semua dalam mempelajari adab. Salah satunya seperti mengesampingkan ego, menahan emosi, tidak mudah menyalahkan orang lain, tidak mudah menjatuhkan orang lain. Dan Yang terpenting, kita tak perlu saling mengkafir-kafirkan orang atau membid’ah-kan yang lain hanya karena berbeda pendapat. Sebab, itu hanya memunculkan aura-aura panas untuk kita sendiri.
Lalu, apabila kita menemui kerabat yang tidak berpuasa, jangan langsung mengambil sikap dia itu orang yang penuh dosa. Atau ada orang yang terlihat jarang memberi sedekah, kita langsung mengatakan dia itu pelit. Sedangkan kita tidak pernah tahu kebaikan apa yang telah mereka lakukan, yang mana kebaikan itu tidak terlihat oleh kita, hanya Allah saja yang mengetahuinya.
Yang bukan menjadi urusan kita, sepatutnya untuk jangan pernah ikut campur. Jadikan bulan puasa ini sebagai tempat kita memperbaiki diri. Jangan pernah bangga terhadap apa yang kita dapatkan, dan jangan pernah merendahkah keburukan orang yang hanya terlihat di mata kita. Setiap orang punya sisi baiknya, dan hanya Allah yang tahu, hanya Allah yang dapat menilainya.
Belum tentu kita yang beribadah full selama bulan puasa ini telah dianggap baik di sisi Allah. Sedangkan di sisi lain kita masih saja merendahkan orang lain, mengutuknya, menjatuhkannya hingga mengkafirkannya. Maka sebenarnya kita tidaklah lebih baik dari orang yang kita jelek-jelekkan itu.
Oleh karena itu, tanamkan adab dalam diri kita. Sudah saatnya kita mengedepankan sikap yang sepantasnya ketika berinteraksi dengan seseorang. Sikap yang baik itu tidak hanya diperuntukkan oleh kalangan muda saja terhadap orang yang lebih tua. Tapi orang tua/dewasa juga harus bersikap demikian kepada para muda-mudi. Baik yang muda dan yang tua punya peranan adab masing-masing untuk diterapkan oleh setiap individu.
Semoga puasa tahun ini menjadikan pribadi kita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Inilah waktunya belajar sembari memperbaiki diri. Ingat, tidak hanya ilmu saja yang harus dipelajari, adab pun tak kalah penting. Karena dengan adablah, ilmu yang kita peroleh insya Allah ada manfaat untuk kita dan juga orang sekitar.
Breaking Reza