Ramadan Menulis 6

One day one juz, apakah seperti itu?

Reza Fahlevi
5 min readApr 17, 2021

Bulan ramadan ini tentu disambut dengan hangat serta suka cita oleh setiap umat muslim di belahan dunia. Inilah bulan suci yang di dalamnya berisi banyak keberkahan. Setiap kebaikan yang dilakukan akan dicatat sebagai pahala yang berlipat ganda, Insya Allah.

Kebaikan yang dilaksanakan bermacam-macam. Tentu saja dalam hal ini dititik beratkan kepada beribadah. Ibadah itu sendiri banyak termasuk di antaranya shalat wajib dan sunnah, berdzikir, mengaji, bersedekah, bahkan melakukan pekerjaan rutin kita seperti bekerja di kantoran, bwrjualan, sampai pekerja lainnya akan dianggap sebagai amal kebaikan apabila niatnya tulus atas nama Allah.

Di bulan puasa inilah orang-orang berlomba untuk beribadah sebanyak-banyaknya, semampunya, sebaik mungkin, se-giat mungkin, dan se-fokus mungkin. Jika kita menilik lebih jauh, setiap napas orang yang tidur itu akan menjadi pahala kebaikan jika kita tidur dalam mengingat Allah sambil berdzikir. Oleh sebab itu, keistimewaan bulan ramadan ini tentu menjadi kesempatan besar bagi setiap umat muslim untuk hidup dengan lebih baik. Salah satunya dengan rutin mengaji di setiap waktu.

Di bulan puasa umumnya, orang beramai-ramai mengisi waktu kosong dengan membaca Al-Quran. Sebisa mungkin kita mencoba mengisi setiap waktu luang dengan mengaji. Bahkan, untuk memotivasi diri sendiri agar giat mengaji, kita menerapkan satu metode yang dikenal dengan sebutan one day one juz. Satu hari selesai untuk satu juz adalah salah satu cara agar kita dapat dengan rutin mengaji selama di bulan puasa ini dengan tujuan di penghujung ramadan kita sudah menamatkan bacaan Al-Quran kita. Metode ini sangatlah bagus dan menarik untuk diterapkan, selain menyemangati, kita juga terbawa dengan suasana untuk berlomba dengan yang lainnya siapa yang terjauh bacaannya.

Akan tetapi, apakah metode ini patut untuk diterapkan oleh semua orang? Menurut penulis tidak. Mengapa? Sebab, setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda dalam membaca Al-Quran. Ada yang sudah lancar, sedang, bahkan tidak lancar sama sekali. Yang menjadi permasalahan di sini adalah bagi kita yang belum terlalu lancar membaca Al-Quran, seharusnya tidak menerapkan metode one day one juz.

Mengaji itu bukan tentang siapa yang terjauh bacaannya juga bukan tentang siapa yang menamatkannya lebih cepat. Yang namanya mengaji, kita membaca dibarengi dengan memahami setiap isi dari ayat tersebut. Dan yang paling utama dalam membaca Al-Quran adalah, kita mampu membacanya sebaik mungkin, bukan asal-asalan. Sebab, yang kita baca itu adalah firman Allah, perkataan-Nya untuk kita menjalani hidup di dunia ini, yang diberikan kepada Rasulullah SAW, lalu diteruskan kepada kita ini.

Tidak perlu kita terburu-buru membaca Al-Quran. Tidak perlu kita termotivasi untuk hanya siapa yang lebih dulu menamatkan bacaannya. Sama sekali tidak perlu. Bagi kita yang merasa belum fasih mengucapkan setiap huruf di dalam kitab suci Quran ini, maka ada baiknya kita memperbaiki bacaan tersebut. Karena, apabila kita mengaji tapi bacaannya salah, kita akan berdosa. Secepat itukah penulis menyimpulkan ini? Tidak juga. Yang patut digaris bawahi adalah, kita sadar bahwa bacaan kita belum benar, tapi enggan untuk memperbaiki diri. Ketika kita mengabaikan ini, maka kita telah dianggap mengabaikan perintah Allah. Bukankah mempelajari Al-Quran itu wajib bagi setiap muslim? Apalagi bagi laki-laki yang berperan menjadi imam shalat.

Itulah mengapa, ramadan ini jangan sampai berakhir sia-sia oleh sebab cara beribadah kita tidak sebagaimana mestinya. Lakukan segala ibadah dengan tulus. Yang dinamakan tulus tidak cukup sekedar rutin melakukannya, banyaknya kita beribadah, atau lamanya waktu dalam beribadah. Lebih dari pada itu, niatkan semua ibadah tersebut atas nama Allah. Tulusnya kita dalam beribadah semata-mata hanya karena Allah, bukan karena untuk cepat selesai, yang paling rutin, bahkan hingga yang paling lama melakukannya.

Mengaji pun demikian. Sebenarnya, bukanlah sebuah kemunduran bagi kita jika tidak menerapkan one day one juz. Bukan juga aib bagi kita jika tidak sempat menamatkan bacaannya sampai di penghujung ramadan. Ketika kita mengaji terus menerus untuk memperbaiki bacaan, untuk memahami kandungannya, bahkan sampai menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, itu lebih baik dari metode cepat tersebut, Insya Allah.

Yang namanya mengaji itu tidak mengenal waktu. Bukan berarti ketika ramadan selesai, mengaji juga selesai dan kembali dilanjutkan ketika ramadan tahun depannya lagi. Tidak seperti itu. Membaca Al-Quran itu, jadikan ia sebagai bagian dari kehidupan kita, hidupkan dia di setiap hari yang kita jalani. Hingga nanti kita meninggal dunia, di situlah kita selesai membaca Al-Quran, juga demikian dengan ibadah-ibadah lainnya.

Oleh karena itu, jangan terburu-buru untuk mengaji. Kita harus membiasakan diri mengedepankan kualitas ketimbang kuantitas. Tapi bukan berarti metode one day one juz ini salah. Hanya saja tidak seharusnya setiap orang menerapkan metode tersebut. Yang penulis tebalkan dalam tulusan ini adalah bagi kita yang merasa belum mampu membaca Al-Quran dengan baik dan benar.

Bagi penulis, pembaca Al-Quran akan tetap menjadi pembaca Al-Quran. Terlepas dari levelnya yang berbeda-beda dari setiap individu, kita tetaplah sama dalam mengimani apa yang telah menjadi kewajiban bagi kita. Hanya saja kita perlu belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Karena sangatlah tidak elok jika orang dewasa mengaji masih dengan cara yang sama seperti anak-anak mengaji. Sebagaimana umur terus bertambah, kita sebaiknya tumbuh dengan ilmu-ilmu baru yang kita peroleh dari guru atau dari mana saja, untuk kemudian kita tetapkan dal kehidupan sehari-hari.

Kesimpulannya adalah, jadikan bulan puasa ini sebagai momentum kita memperbaiki diri. Dengan segala ibadah yang kita lakukan, serutin-rutinnya kita terapkan, tetap semua itu harus kita niatkan atas nama Allah. Dengan begitu Insya Allah semua kebaikan yang tercatat akan membekas dalam diri kita bahkan hingga nanti ramadan selesai. Rutinitas ibadah yang kita lakukan tidak hilang begitu saja seiring berjalannya waktu.

Terkait hal mengaji, sudah seharusnya kita menanamkan prinsip dalam diri untuk mengaji tanpa dibalut dengan hal-hal lainnya, kecuali untuk belajar, belajar dan belajar dengan niat semata-mata karena Allah. Jangan sampai ketika ramadan berakhir, kita juga berhenti membaca Al-Quran oleh sebab kita sudah menamatkan bacaannya. Mengaji harus terus dilakukan tidak mengenal di bulan apa kita membacanya. Inilah yang dinamakan kita hidup bersama Al-Quran hingga akhir hayat. Sebab, Al-Quran akan menjadi penolong kita di akhirat kelak, tentu atas izin Allah SWT.

Tulisan ini merupakan refleksi diri untuk penulis dan para pembaca sekalian. Semoga ada manfaatnya.

— Breaking Reza

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet