Ramadan Menulis 22
Nilai Bukan Segalanya Selama Proses Belajar
Breaking Reza
Belajar adalah hal terpenting dalam kehidupan sebab kita akan mendapat ilmu baru yang sama sekali belum pernah kita ketahui sebelumnya. Namun saat ini, belajar telah disalahartikan. Mengapa? Sebab banyak dari sebagian orang, yang siswa ataupun mahasiswa, mereka menuntut ilmu semata-mata hanya untuk mendapatkan nilai. Sebenarnya ini melenceng dari tujuan belajar itu sendiri.
Tak dapat dipungkiri memang bahwa nilai itu penting. Bisa dikatakan itu adalah bonus dari setiap pelajar selama proses belajar mereka. Namun, tetap saja ketika nilai telah dinomor satukan dalam menuntut ilmu, itu sudah keliru.
Ada satu yang menarik perhatian penulis baru-baru ini terkait kepala sekolah di Bantul, beliau mengirim surat kepada setiap orang tua murid terkait hasil ujian anak-anak mereka. Isi suratnya lebih kurang adalah jangan terlalu menekan anak-anak apabila mereka mendapat nilai jelek di satu atau beberapa pelajaran. Singkatnya adalah, bapak kepala sekolah ini ingin agar orang tua lebih memberi motivasi anak-anak mereka dengan melihat potensi di mana si anak tersebut mampu. Dengan kata lain, apabila nilai pelajaran seni lebih tinggi dibanding matematika, maka orang tua diharapkan bisa mencari tahu apakah anak mereka ada potensi di bidang seni, dan jangan memaksa si anak tersebut untuk mendapatkan nilai bagus di matematika. Karena bisa saja dia tidak tertarik dengan matematika dan lebih memilih untuk mendalami seni.
Apa yang dilakukan oleh kepala sekolah di salah satu sekolah di Bantul ini sangat jarang terjadi. Di tengah banyak orang berlomba-lomba mendapatkan nilai bagus, tak peduli dengan cara apa mereka mendapatkannya, yang terpenting adalah nilai mereka bagus, orang tua bangga, dan ada satu hal yang dapat dibanggakan dari anak-anak mereka ini kepada orang lain.
Penulis melihat, apa yang dilakukan oleh kepala sekolah ini semata-mata hanya agat orang tua murid menerima setiap kelebihan dan kekurangan anak-anak mereka. Tidak harus si anak tersebut mendapat nilai bagus di semua pelajaran di sekolahnya. Itu mustahil. Apalagi, kemampuan para murid pun terbatas, tidak bisa kita memaksa mereka untuk pintar di segala bidang. Yang terjadi malah si murid itu akan semakin terbebani dengan tekanan tersebut.
Cobalah, seandainya orang yang jago berbisnis dipaksa untuk melukis yang mana dia sama sekali tidak mumpuni. Pasti hasilnya jauh dari harapan. Pemain bola diharuskan untuk hebat di bidang kedokteran, pasti dia pusing. Dari sini sebenarnya bisa kita simpulkan, setiap orang itu hebat di bidang mereka masing-masing. Memang, ada sebagian yang mampu berbisnis, melukis, bahkan menjadi aktivis sekaligus, tapi tetap dia itu punya keterbatasan. Dan jika memang seperti ini, orang tersebut memang memiliki kelebihan di bidang-bidang itu, sedangkan dalam hal lain belum tentu mampu. Perumpamaannya seperti ini, tidak mungkin semua orang dipaksa menjadi penjual segala jenis bahan, jika demikian, siapa yang akan membeli?
Manusia itu adalah makhluk sosial yang berarti kita ini punya sifat ketergantungan. Dengan adanya sifat bergantung ini menandakan bahwa kita sebenarnya memang memiliki keterbatasan. Penjual akan selalu bergantung pada pembeli. Guru akan bergantung pada murid. Dokter bergantung pada pasien, penulis pun sangat bergantung pada pembaca. Maka ini tak bisa dipungkiri. Bayangkan jika saya sebagai penulis, setelah menghabiskan banyak waktu untuk menulis, lelah dalam mencari ide penulisan, begitu tulisannya selesai dan tidak ada yang baca, maka tulisan saya ini tidak ada apa-apanya. Guru juga seperti itu, apa yang mau diajarkan dikelas apabila tak ada seorang pun murid di dalam?
Maka, seharusnya kita perlu menerima kenyataan bahwa kita sebagai manusia ini punya keterbatasan. Kita tidak dituntut untuk bisa ini itu, tapi sebenarnya kita hanya dituntut untuk belajar. Belajar apapun yang kita inginkan, itu perlu. Tapi seandainya dari sebegitu banyak bidang yang kita pelajari, dan hanya satu bidang saja yang dapat dikuasai, maka sebenarnya di situlah kelebihan kita. Lalu bagaimana dengan yang lainnya? Bisa saja bidang lainnya bukan kemampuan kita, tapi bukan berarti dapat dengan mudah diabaikan begitu saja. Yang namanya belajar akan terus kita lakukan sampai akhir hayat nanti. Akan tetapi, penekanannya adalah, jika kita merasa diri tidak mampu berada di satu bidang untuk dikuasai, maka jangan memaksa diri. Sebab, tujuan kita buka ke sana melainkan ke arah lainnya. Dan fokuskan saja diri kita ini ke arah yang memang kita mampu melakukannya.
Itulah sebabnya jangan belajar hanya demi nilai. Apabila kita belajar hanya sekedar mendapat nilai yang bagus, jika memang niatnya demikian, nilai yang kita harapkan itu memang dapat. Namun, ilmu yang tinggal dalam diri kita ini tidak akan bertahan lama. Di sisi lain, apabila kita belajar tidak untuk mendapatkan nilai bagus, Insya Allah ilmu yang kita pelajari itu akan tinggal selamanya pada kita. Mengapa? Karena kita belajar sesuai dengan proses, proses yang kita lakukan tentu untuk mendalami ilmu itu sendiri.
Intinya adalah, belajarlah. Berapa pun waktu yang kita butuhkan untuk belajar, itu bukan sebuah masalah. Yang terpenting adalah niat kita ini. Jika kita serius untuk belajar, mendalami hal baru, memperoleh ilmu, maka selama apapun kita mempelajari sesuatu, Insya Allah seiring berjalannya waktu kita akan mendapatkan ilmu tersebut. Sebab, belajar itu penting, hanya saja terkadang hasil dari proses belajar ini yang salah tidak sesuai. Terlalu mementingkan kuantitas dibading dengan kualitas.
Apa yang telah dilakukan oleh bapak kepala sekolah di Bantul tersebut, merupakan hal yang baik. Beliau mencoba menyadarkan para orang tua bahwa anak mereka itu cerdas di bidang masing-masing. Ketika nilai matematika jelek tapi nilai olahraga bagus, bukan berarti si anak itu bodoh. Ia hanya punya bakat di bidang olahraga. Dan siapa tahu, jika si anak tersebut terus mendalami pelajaran olahraga, bisa saja ia nanti ke depannya menjadi guru olahraga, dosen di jurusan olahraga, atau bahkan menjadi atlet.
Jangan memaksa anak untuk mendalami apa yang tidak sejalan dengan kemampuan dan ketertarikannya. Sudah saatnya, baik guru dan orang tua, menyadari bakat siswa-siswi. Apalagi guru, tugas guru tidak hanya mengajar, lebih dari pada itu, guru harus mampu melihat di bidang mana muridnya ini berkapasitas. Selain itu, guru juga harus mampu memotivasi siswanya. Semua agar mimpi dan cita-cita mereka itu tercapai. Dan yang terpenting adalah, agar para siswa menyadari untuk apa sebenarnya mereka belajar.
Sebagai orang tua, sudah saatnya sekarang ini, lihatlah potensi si anak. Jika memang dia tertarik dan punya potensi untuk mendalami suatu pelajaran, biarkan dia mempelajarinya. Motivasilah anak itu. Apabila ada beberapa nilai lain yang jelek, maka jangan buat mereka semakin tertekan. Beri dukungan kepada mereka. Sebab, pekerjaan murid itu juga berat, harus kita akui itu. Dengan banyak tugas yang harus diselesaikan, belum lagi tekanan yang didapatnya dari berbagai pihak, seharusnya orang tua menjadi sosok utama untuk mendoromg anak-anak mereka agar mampu menghadapi itu semua. Jangan malah menambah tekanan lagi kepada mereka.
Untuk kita guru, jangan menekan siswa untuk dapat menguasai mata pelajaran yang kita ajarkan. Lihatlah di pelajaran mana mereka ada potensi. Bagus jika seandainya seorang murid mampu menguasai pelajaran yang kita ajarkan. Namun apabila ia menguasai bidang lainnya, maka biarkan ia memilih ke arah sana dengan terus membimbingnya agar tetap berada di jalur semestinya. Jangan sampai guru malah menjadi penyebab siswa-siswinya tidak berkembang dan terus tertinggal hanya karena memaksa murid untuk bisa dipelajaran yang guru itu ajarkan.
Kita adalah orang yang bertanggung jawab terhadap nasib anak-anak kita ke depan. Jangan salahkan mereka jika mereka tumbuh dengan pengetahuan yang kurang, tidak ada motivasi, atau terus berada dalam tekanan batin. Sebab, bisa saja mereka menjadi seperti itu karena kita telah memaksa mereka untuk menguasai apa yang berlawanan dari ketertarikan mereka itu. Biarkan mereka berada di jalan pilihan sendiri. Tugas kita sebagai orang tua, guru, bahkan kepala sekolah pun adalah sebagai pembimbing mereka agar mereka tetap berada dalam jalur yang semestinya. Setiap siswa punya hak untuk memilih bidang mereka masing-masing.
Tulisan ini dibuat sebagai refleksi penulis pribadi juga kepada para pembaca sekalian. Semoga ada manfaatnya.
Foto: Proses belajar mengajar di sebuah pondok tahfidz, Banda Aceh.