Rajutan Tali Harapan
— —
Tak ada selamat tinggal, aku masih di sini
Melamunkan hari-hari kelabu
Memandangi awan gelap di atas
Merasakan desir angin yang terkadang liar
.
Bukan selamat tinggal
Meskipun ada tahun yang berganti
Aku masih di sini
Menantinya di seberang jalan tol sana
.
Ada gelisah yang mengelabui hati dalam berharap
Ada rasa takut yang membuyarkan ketangguhan berharap
Ada gejolak khawatir yang menggebu-gebu memberi bisikan tajam
Aku hanya tak ingin berada di titik kesalahan yang sama
Di titik terendah di mana diriku pernah tercampak jauh ke dasar hampa
.
Kini melihat masa depan dengan mata hati ke tiga
Yang ku takuti tak semestinya bermain peran di laju pikiran
Mencoba bergumam menjadi baik-baik saja
Kau tak pernah tau
Bahwa berlagak dalam kebohongan itu adalah hal yang sukar dilakukan
.
Tapi dia adalah mimpi yang ingin ku wujudkan;
yang ingin ku raih — maaf…
Maafkan aku yang terlalu berhasrat melabuhkan serbuk cinta padanya
Di saat semua masih belum bisa ku lakukan
.
Tapi tinta suci seakan menjadi arah langkahku
Di persimpangan jalan Hamzah aku dan dirinya berjalan kepada haluan yang berbeda
Aku… mencoba menelaahnya kembali
Barangkali kenangan di jalan Hamzah dapat dilanjutkan lagi ukirannya
.
Karna bersama dia asa dapat ku terawang
Yang abu-abu terasa masih putih
Yang nyaris terputus masih ada harapan untuk kembali disatukan
Di sini aku menanti dalam keteduhan yang sulit ku terka
Dalam lelah dan kekhawatiran… khawatir jika dia akan pergi tanpa meninggalkan jejak
Dalam lelah aku terus berharap cinta
.
Barangkali sudah pupus
Atau masih dapat ku perbaiki
Setiap kata yang tertuang dalam bait-bait puisi
Tercipta untuk memberikan seutas rayuan ke hatinya yang mungkin sudah berdebu
.
Walaupun denyut nadi berdetak tak karuan
Goncangannya seakan memberi pesan tersirat
“Aku lelah, tapi aku masih ingin terus berharap…”
Padanya di seberang tol sana
Padanya… yang pernah memberi senyuman pada hati kelabu ini
Merajut tali harapan
.
Dalam bayangan ilusi
Tak ku hiraukan batin berimajinasi
Tentangnya yang sedang merajut tali
Dalam keheningan petang dia menyatukan rasa
Tanpa paksaan… tanpa abaian
.
Dan ku biarkan sukma mencoba menghadirkannya
Di setiap sudut malam terkadang ada air mata yang menahan laju kerinduan
Sebab cinta yang ingin ku persembahkan ini merupakan ketulusan dari seorang pria pengrajut puisi
Sebagaimana dia mempersembahkan rajutan indah itu kepadaku
.
Saat terdiamnya lisan…
Itu karna aku sudah cukup
Cukup bahagia melihatnya ada di samping
Mengisi waktu senja dengan secangkir kopi dan teh
Bersama obrolan yang sama sekali tak penting
Dan tetap tertawa…
.
Di penghujung angka terakhir
Satu yang menjadi dua
Mereka mulai menuliskan kisah suci bersama sosok tercinta
Di sini,
Aku tau bahwa rasa yang telah terpendam bertahun-tahun lamanya
Rajutannya takkan mudah berubah haluan
Karna… dia merajut tali harapan
Karna… aku adalah pengrajut puisi cinta
Untuk menyatukan kembali dua tali rasa yang sempat terpisah di jalan Hamzah
— BREAKING REZA