Puisi Ini Berteriak Tajam

Reza Fahlevi
2 min readSep 23, 2021

--

Oleh Breaking Reza

— —

Cukup sudah sesi bertanya ini. Setiap kali kau mengajukannya, jawaban yang ada selalu kau abaikan. Lantas untuk apa?

Jauh-jauh hari aku terbelenggu dalam siksaan batin yang tidak menentu ini, apa ada alasan untukku merengek?

Saat kau mengadu nasib, menangis pilu, putus asa dan depresi…

Saat kau mengeluh dan menganggap diri yang paling terluka dari abaian yang kau terima…

Aku, malah sudah lebih dulu mengalami itu. Dan sampai detik ini ku coba berlalu, mencoba memahami setiap waktu yang datang. Aku mendorong diri untuk bersikap bijaksana.

Apa yang ada dipikiranmu, coba diperjelas saja. Jangan dibuat semakin berliku karna kau akan semakin tak paham maksud semua ini.

Cukup sesi bertanya…

Kau bertanya bukan untuk mendengar saran, melainkan sebagai pembenaran diri bahwa kau adalah orang yang sedang menderita.

Cukup sesi bertanya,

Kau bertanya bukan untuk mencari solusi melainkan sebuah pembenaran untukmu agar terus menyiksa diri.

Cukupkan sesi bertanya…

Kau sebenarnya memang tak ingin mendengar jawaban yang berlawanan dari lubuk hati.

Lantas, untuk apa mengajukan pertanyaan, jika pada akhirnya kau khianati seseorang yang ‘tlah rela menjulurkan tangannya untuk membantu.

Kau sebenarnya hanya ingin melampiaskan rasa sakit, tapi malah mencoba menyembunyikan kebenaran dengan terus berlagak “butuh”.

Kau bertanya… bukan untuk berharap bantuan, tapi agar mereka tau bahwa kini kau menderita.

Bukankah terlalu egois untuk memaksa seluruh insan menyadari bahwa kau ini sedang terluka? Lalu bagaiamana dengan lelaki yang sedang berjuang memulihkan rasa sakit? Bagaiamana dengan seorang wanita yang sedang melawan gejolak penderitaan?

Apa kau tak paham dengan kepedihan mereka?

Apa kau tak ingin merasakan beban yang telah mereka pikul sepanjang waktu?

Berhenti mengoceh, jika kau tak ada sedikit pun niat untuk berdamai.

Terkadang, luka yang tersayat itu adalah kesalahanmu sendiri, namun terlalu membenarkan diri untuk menyalahkan “dia” karna kau telah menutup diri.

Terkadang, tekanan hidup itu berwujud di hatimu, karna kesalahanmu. Kau tak ingin berusaha untuk memadamkannya.

Lalu, berhentilah bertanya, jika kau tak pernah bermaksud untuk menyembuhkan batinmu itu.

Berhentilah berargumen, jika kau tak paham dan tak ingin paham tentang pesan-pesan tersirat.

Kau mengabaikan seseorang yang datang untuk membantu, meludahinya ketika dia telah siap untuk menopangmu, kau mengkhianatinya saat dia benar-benar berniat tulus mengakhiri lukamu.

Tapi malah dengan lantang berkata, “tak seorang pun yang peduli terhadap diriku. Tak seorang pun yang ingin menolongku…”

Kau hidup tak bermakna hingga menjelma menjadi kebodohan abadi.

Dan kau juga mengkhianati kasih sayang Tuhan. Ketika satu rintangan menguji ketangguhan milikmu, dikau mencaci Ia, murka pada-Nya, engkau mengutuk Tuhan… Sang Pencipta dirimu itu.

Sudahi saja sesi tanya jawab ini

Yang kau cari bukanlah dorongan batin, melainkan hanya keluh kesah yang semakin kau utarakan, semakin nyata terlihat bahwa sebenarnya kau itu lemah dan pengecut;

pengecut untuk kembali mencoba dari kegagalan,

pengecut untuk menghadapi segala bentuk penderitaan,

dan terlalu pengecut untuk berteman dengan rasa sakit.

“yang lain datang sebagai penyambung. Sisanya, hanya diriku seorang yang dapat menyelamatkan diri dari belenggu penderitaan hati ini.”

Jika kau seorang yang berprinsip teguh, seharusnya kau tau apa yang harus kau lakukan untuk tetap hidup dalam rasa sakit yang semakin membara ini.

Semestinya, kau paham maksud diriku ini…

Itu pun… jika kau mau.

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet