Penantian Lima Tahun

Reza Fahlevi
3 min readNov 28, 2020

--

“Melewati lumpur yang pekat. Menerjang kesejukan angin yang menusuk tajam. Melalui rintikan gerimis syahdu. Tepat di bawah awan kelabu, ku lampiaskan rindu yang terbelenggu, di balik naungan atap rumahmu.”

Duhai Dara, lihatlah… lima tahun sudah lamanya. Berpisah kedua insan itu di balik rasa yang mungkin berbeda. Terdapat cerita yang tak pernah terbebas dari dalam. Masih saja terjebak di bawah jeruji harapan.

Mereka berjalan ke arah sisi yang berbeda, bak dipisahkan oleh dua samudra serta juga benua. Yang satu menyimpan rasa hati, dan satunya tak ku pahami alurnya. Mereka tetap berlalu menjalani hari. Karna mereka adalah kita, tersembunyi di balik cahaya kerlap kerlipnya bintang-bintang. Di malam sunyi…

Dara, berbagai hal kita lalui dengan aneh. Engkau bersama lelaki idamanmu itu terus membuatku terpaku. Tapi, pertemanan yang terjalin seolah membebaskanku dari belenggu, seperti aku merdeka menjadi siapa diriku.

Lima tahun sejak saat terakhir kali kita saling menatap, bertegur sapa, bercanda hingga tersenyum. Kini, tepat sebelum senja menyapa, kenangan dahulu yang pernah mengisi hari-hari, kembali hadir menghiburku, bersama dirimu yang ku kenal.

Dengan ukiran senyumanmu, sesederhana itu kau membebaskan rindu yang telah lama bergejolak di hati. Dengan alunan nada suaramu, begitulah kau membawaku kepada memori yang sudah lama terbenam. Indah dan teduh ku rasakan, di saat awan semakin menghitam menitikkan hujan.

Seolah gerimis menjadi saksi akan kebahagian yang sulit ku jelaskan. Dengan hanya menatap kedua bola matamu lagi, sepercik rindu perlahan keluar dan menuju kepadamu…

Dara…

Lima tahun sejak kita melangkah, engkau yang masih saja menjadi misteri, dan diriku yang juga masih tak bertujuan.

Secangkir teh panas di kala itu lebih mewarnai langit senja yang pekat, tapi bersua denganmu lagi telah mewarnai penantian lima tahunku.

Kau membuatku kuat, membentuk kembali harapan masa depan, memerahkan setiap serpihan api semangat di balik jiwa. Aku merasa hidup ketika duduk tepat di sampingmu bersama cerita-cerita kita.

Meskipun singkat, sudah cukup diriku melampiaskan rindu. Lebih dari cukup untuk ku rasakan cinta yang masih juga senantiasa membekapku.

Walau hanya dalam tiga puluh menit saja, aku sudah merasa hebat saat kau di sisi. Dara… maafkan aku yang hingga kini masih menyimpan namamu di sebuah bab kenangan milikku.

Dahulu, ku bakar semua coretan tentangmu. Ku hanguskan setiap lukisan warna senyummu. Tapi tak pernah bisa ku lumpuhkan semua yang tertinggal di dalam hati. Seperti abadi ku rasakan.

Lima tahun penantianku, ku lalui dengan rasa kecewa saat ku punya firasat kau ingin mendengar kata-kataku di kala malam itu.

Lima tahun ku biarkan sia-sia saat kita bersama berbagi cerita “kosong” di perpustakaan.

Lima tahun ku jalani dengan penuh gelisah ketika kita berdua saling berbagi kopi di kantin yang ku sebut Ekonomi.

Dan lima tahun ku awali lagi di penghujung tahun… bersama cahaya batinmu. Terbebas semua yang terbelenggu. Terhenti semua yang menjerit. Terhapus semua titikan air mata. Engkau di hadapanku, menatapku, tersenyum syahdu… terima kasih.

Dara…

Maaf aku yang masih menyimpan namamu di dalam bait-bait doaku. Entah sampai kapan aku tak tau. Entah pun akan ku akhiri, aku bingung. Aku ingin, karna aku cinta. Dan terluka, sebab ada kebahagiaan. Dan itulah dirimu.

Akan ku ingat angkanya sampai waktu yang tak ku ketahui. Jika pun nanti kau akan bersamanya dalam keabadian, semua yang ku harapkan adalah yang terbaik, selalu menyertai langkah syahdumu. Tapi aku belajar untuk tidak menyerah… hingga akhir, hingga ku tutup diary kenangan kita.

Teruslah tersenyum Dara, karna kau pasti sanggup. Dan akulah, yang akan melanjutkannya.

Ya… akulah orangnya.

28 November 2020

“Sampai bertemu lagi Dara

— breaking reza —

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet