Pelangi Kelabu

Reza Fahlevi
2 min readNov 27, 2021

--

— —

Petang yang kau cari keindahannya tak hadir hari ini. Terkadang berharap terlalu banyak hanya meninggalkan ketidakpahaman yang menyesakkan. Kau bertanya mengapa… tapi, sebaiknya jangan.

Memandangi langit redup, kau mulai bergumam yang tak perlu. Cahaya yang kau anggap datang dari surga, apakah benci dikau saat ia terlihat agak mengkhianatimu?

Apa yang kau cari adalah apa yang terus kau keluhkan di dasar hati sana. Ingin melampiaskan tapi tak tau caranya. Ingin menjerit, kau terlalu lemah. Ingin membakar, tapi tak bernyali.

Berhenti dan tidak melakukan apapun terkadang akan menjadi jawaban yang kau harapkan. Barangkali memejamkan mata untuk beberapa detik ke depan, tak ada yang tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ku katakan dan ku perjelas, bahwa kau hanya memaksa diri melakukan apa yang tak kau sanggupi. Bukankah jahat rasanya saat kau tak ingin memahami dirimu sendiri?

Barangkali pelangi redup yang menghiasi langit gerimis hendak memberikan pesan tersirat. Tenangkan diri sejenak, padamkan api amarah, dan jinakkan gelisah yang membara itu… sejauh ini kau masih baik-baik saja.

Hidup ini penuh dengan cobaan, dan kau harus paham itu. Untuk tersenyum, kau harus menderita akan ribuan rasa sakit. Untuk tertawa kau harus berderai air mata kehampaan. Untuk berteman, kau mesti menahan kebencian masa lalu. Dengan begitu kau mengerti makna di balik teka-teki yang rabun itu.

Karna suatu hari, tak ada yang dapat memastikan semua akan berjalan sesuai harapan. Nanti saat hari menjadi lebih gelap dari sebelumnya, ada saja adegan kelam memaksamu merintih seorang diri tanpa seorangpun yang peduli.

Jika kau sendirian saja berdiri di sudut persimpangan bersama perasaan hati yang hancur, coba siratkan, siapa yang mampu mengubah suasana kalbu yang remuk itu?

Ini dunia, apa yang kau cari?

Ini dunia, apa yang kau harapkan?

Ini dunia, apa yang kau nantikan?

Ini hanya dunia fana, siapa yang kau harap ada, yang dapat menemanimu dalam keabadian?

Sesekali tersenyumlah meski terasa sulit.

Sesekali tertawalah walaupun terlalu perih.

Kapan lagi…

Kapan lagi kau dapat menghibur dirimu saat terpuruk seperti ini? Mereka belum tentu punya waktu untuk berbagi cerita kebahagian bersamamu. Dan mereka pun belum tentu mau menghabiskan sisa detik di ujung petang ini dengan kesedihanmu itu.

Pada akhirnya, kau hanya ciptaan Tuhan yang dipercaya untuk menjadi pemeran utama dalam kisah buku harianmu. Lalu, apa kau ingin menamatkannya dengan akhir yang pilu…? Atau kau lebih tertarik merangkai ceritanya menjadi akhir yang penuh senyuman ketulusan…?

Dirimulah yang memilih.

Sampai nanti sekiranya kau buntu… jangan khawatir. Manusia terkadang memang buta. Tapi, tidak semua masalah harus ditemukan solusinya. Beberapa ada jalan keluarnya, lainnya…? tak mengapa jika ditinggalkan berlalu. Karna, mungkin memang sudah seperti itu takdirnya.

Tak apa, sukmamu itu mutlak milik Tuhan. Jika kau kesepian dan ragu, Ia selalu ada mendengar curhatanmu lebih dari siapapun.

Dan kau masih baik-baik saja sampai detik ini… kau, mesti yakin. Itulah hal terkahir yang dapat kau lakukan.

Nanti kau akan mengerti.

— BREAKING REZA

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet