Melewati Awan
Oleh: Breaking Reza
— —
Ketika tatapan mata hanya menangkap butiran-butiran debu yang melayang bebas terbawa angin, ketika detik berlalu terlalu cepat, dan ketika senja terasa menyapa lebih dini… aku seharusnya telah selesai menyusun langkah.
Memastikan batin tetap baik-baik saja di tengah ribuan tekanan yang mengobok-obok keteguhan batin. Nanti, mungkin dalam lelahnya perjalanan kehidupan ini, ‘kan ku temukan jawaban terhadap ribuan pertanyaan “kenapa” yang terlontar begitu saja tanpa ku perintah.
Biarkan diriku terbang melewati gumpalan awan, biarkan aku melayang mencoba meraih atap-atap langit. Mimpi yang sempat memudar oleh karena kegagalan, aku ingin mengabaikan yang seharusnya tidak ku simpan.
Biarkan aku memijaki tangga-tangga semu, meyakini bahwa perasaan yang mati akan kembali hidup. Aku memang terlalu lelah membatin yang tak perlu. Kini menyadari banyak waktu yang sudah berakhir sia-sia.
Mengirim doa dan menjemput harapan… ku coba menghapus segala bentuk asa yang berlumuran bercak-bercak penyesalan di masa lalu. Di persimpangan ini, barangkali aku tak perlu meragu untuk terus berjalan di tengah ketakutan.
Melawan fobia yang mengahantui kalbu, aku yang tak punya sayap hanya dapat berangan terbang melintasi seisi dunia — meski pada akhirnya diriku tak berkemampuan.
Sajak sastra terukir di ujung sampul buku, penaku telah kehabisan tinta untuk menulis puisi-puisi pilu. Kini yang ku punya hanya peralatan lukis untuk mewarnai sisi-sisi kelabu dalam diriku.
Biarkan aku terbang sambil melihat pelangi melingkar indah bagaikan permadani. Aku yang tak mampu mengilustrasikan keindahan, hanya dapat termenung di dalam jeruji fiksi sembari menciptakan kata-kata puitis… untuk diriku yang mengharap cinta.
Ada rasa damai yang seharusnya ku jadikan bekal kehidupan. Barangkali di depan sana aku akan kembali menemui hambatan, tapi karna hatiku telah bertumpu pada-Nya… tak ada alasan untuk tak bangkit dari keterjatuhan.
Biarkan aku terbang dan merasakan kesejukan yang telah lama lenyap dari balik batin ini; sejuknya desir angin, indahnya langit biru, begitu tari-nya lukisan Tuhan.
Karena dengan terbang, aku dapat singgah di sebuah tempat permohonan — memohon menitip doa sebagai kekuatan, kekuatan untukku mengarungi sisa waktu dari kehidupan yang penuh tanda tanya ini.
Alunan-alunan suci sesaat lagi akan datang menyapa gendang telinga. Aku sudah seharusnya siap menghapus jejak suram di masa-masa silam, memaafkan diri, memaklumi kekurangan, dan memperbaiki kesalahan.
Terlalu banyak titik-titik hitam menodai kesucian hati yang merasa, mata yang menatap, mulut yang mengoceh, kaki yang melangkah, dan tangan yang meraih… aku adalah lelaki yang mengharapkan pintu ampunan.
Sampai nanti kaki ini memijaki tanah di sebuah negeri, apakah aku sudah cukup suci untuk berjalan di atasnya?
Semampuku aku mencoba, dan sejauh ini aku menatap diri di hadapan cermin kehidupan, duhai Tuhan… apakah diriku masih layak menjadi manusia yang kau ridhai?
13–06–2022
— Breaking Reza