Malam Puisi

Reza Fahlevi
3 min readOct 13, 2020

--

Photo by: Reza Fahlevi

Bercahaya… seperti senyumanmu saat itu. Maka tersenyumlah walau terasa begitu berat. Kita pasti akan kembali kuat.

Jimmy...
Memang ingin memulai sebuah kisah
Mengukir bab baru dalam jutaan kata-katanya; bersama Syahdu, juga lembaran kosong yang akan ditulis dengan tinta hitam.

Di saat secercah cahaya dari bola mata datang dan menerobos jeruji besi hatinya. Takluk dan tak berdaya. Ingin berbohong tapi ia begitu lemah. Ingin berlalu namun begitu indah. Ingin saja mengabaikan semua itu, tapi terlalu syahdu... seperti namanya.

Dan berjalanlah Jimmy menelusuri setiap sudut. Mencari apapun kebenaran yang sepertinya begitu nyata terlihat. Terhenti di sepersekian detik,

"mungkin dia adalah anugerah Tuhan."

Di saat nama telah terdengar begitu jelas di kedua telinganya. Ketika itu Jimmy hanya ingin meraih Syahdu untuk saling berbagi cerita. Mungkin ada sebongkah kisah untuk mengisi hari di ujung senja.

Tapi waktu berjalan lebih cepat dari biasanya. Belum pun ia memulai kata per katanya, waktu memisahkan mereka dari kenangan sementara. Dan mungkin belum usai, Jimmy memandang Syahdu berlalu darinya. Tapi cahaya itu tetap di sisi, menemaninya di sepanjang hari, mewarnainya dari gelap gulita malam.

Seperti bintang di langit, kerlap kerlip bercahaya nan jauh di sana. Hanya wajah Syahdu yang selalu terlintas dalam banyangan, namun kini ia telah begitu jauh dari Jimmy untuk hanya sekedar meneguk secangkir kopi dan teh.

Jimmy hanya bertanya-tanya, siapa Syahdu itu. Ia hanya ingin tau ke mana arah langkah wanita itu. Dan mungkin mereka telah begitu jauh terpisah oleh jarak, cahaya bola matanya masih senantiasa membekas dan terus meninggalkan kesan untuk Jimmy.

Ribuan puisi tercipta. Di kala ia menggambarkan keindahan Syahdu dan senja. Namun tiap baitnya belum mampu menjelaskan secara rinci apa arti indah dari sosok wanita itu. Sungguh aura keelokannya begitu sulit untuk diterjemahkan.

Mungkin, hanya ada satu yang ia sesali dan terus menghantuinya hingga kini. Jimmy, yang dulu pernah terperangkap jauh dalam sebuah dosa masa lalu. Kini ketika ia terbebas dari belenggu itu, hanya doa terbaik yang selalu ia mohonkan kepada Tuhan untuk Syahdu. Selalu terlintas mewarnai sepertiga malamnya.

Dan biarlah, karna Syahdu tau ke mana ia harus melangkah. Jimmy juga tau pilihan apa yang ada dalam batin wanita itu. Walaupun tinta telah terlanjur mengukir dirinya di lembaran kosong, maka biarkanlah seperti itu agar kelak dapat mengajarkannya arti cinta suci... meskipun bukan bersama Syahdu.

Buku harian terlihat berdebu dan kusam. Tapi setiap pahatan tulisan mengatakan akan sesuatu dengan jelas,

"maafkan aku Syahdu, yang telah menyimpan namamu di dalam kisah hari-hariku."

Sejak tiga tahun berlalu, Jimmy masih berdiri kokoh walau harapannya menemui jalan buntu. Sirna tak bermakna, tapi Tuhan punya cara tersendiri tuk menghiburnya. Memang cintanya adalah murni yang ia tujukan kepada Syahdu. Memang dirinya ingin mengukir kisah bersama wanita itu.

Di kala malam puisi menggema, memainkan setiap baitnya. Berirama dan syahdu. Persis seperti si pemilik nama itu... Syahdu.

Batoh, Banda Aceh
12 Oktober 2019
Ditulis pada 12 Oktober 2020

Judul puisi terispirasi dari sebuah komunitas Malam Puisi Aceh

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet