Lelaki Cengeng
Jika kau menilik jauh arah tulisanku, maka akan kau temukan begitu banyak curahan hati yang ku ekspresikan kepada wanita… semua berkaitan tentang cinta. Dan jika kau mencerna setiap tulisannya, maka akan kau pahami bahwa arah kata-kata yang ku rangkai semuanya tentang air mata — tangisan yang tumpah ruah terhadap wanita yang ku cintai. Lantas, jika kau sudah membacanya sekilas, barangkali kau akan mengetahui salah satu karakter di balik diriku ini — mungkin kau akan menganggap aku adalah lelaki cengeng yang hanya menulis tentang cinta.
Namun, itulah kebenarannya.
Tak dapat dipungkiri memang, ada banyak tulisan yang sengaja ku rangkai sebagai pelampiasan hati. Aku terlahir sebagai laki-laki yang punya banyak kelemahan, dan sayangnya salah satu yang terbesar dari kelemahan itu adalah perkara wanita. Semua perempuan yang pernah meninggalkan kesan atau bahkan sampai membuatku jatuh cinta; mereka semua sudah bahagia dengan pasangan masing-masing. Itu terjadi karena sejak awal munculnya rasa, aku hanya memendam perasaan hingga wanita itu menjadi milik laki-laki lain — dan sebagai gantinya, aku malah terluka parah. Bodohnya, hal ini terus terjadi berulang kali. Aku merasa seperti tak pernah belajar dari masa lalu.
Oleh karena kelemahan itu lantas membuatku menjadi sosok cengeng yang hanya bisa mengungkapkan cinta melalui kata-kata sambil berharap wanita yang ku idamkan peka. Aku juga menjadi cengeng karena menuangkan tangisan dalam kata-kata sebagai pelipur lara.
Mulai dari catatan harian hingga puisi; ku tulis semua keluh kesah yang pernah ku alami — ku tulis semua rasa kekhawatiranku — ku tumpahkan semua rasa sakit yang lagi-lagi gagal mendapatkan cinta seorang wanita — begitulah aku menulis.
Banyak air mata yang tersisip di balik rangkaian kata tulisanku. Meski begitu, ada juga sisipan kebodohan yang tak pernah lenyap dari diriku — kebodohan karena terus memendam cinta hanya karena tidak percaya diri untuk mengungkapkannya.
Kini, aku memendam perasaan bukan lagi karena tidak percaya diri — ada rasa trauma yang ku alami hingga diriku takut terhadap penolakan — sebab aku juga pernah ditolak oleh seorang wanita. Yang jelas, aku tak bisa melakukan apa-apa saat ini jika sudah memiliki rasa terhadap perempuan; ku pendam tapi ujungnya bisa menyebabkan rasa sakit; jika ku ungkapkan, aku punya pengalaman buruk dari penolakan; jika ku abaiakan, malah semakin kepikiran. Semua serba salah dan membuatku bingung.
Atas alasan itu pula lantas aku menciptakan satu dunia khusus. Aku tak bisa melakukan apa-apa di dunia nyata setiap saat jatuh cinta, maka aku pun mulai menulis cerita untuk menghibur diri; ku ciptakan satu tokoh yang bagiku sudah sempurna dan dia benar-benar berbeda dari diriku sendiri. Bisa ku katakan, tokoh itu adalah impianku yang tak bisa menjadi sepertinya di dunia nyata.
Jika dulu aku menulis hanya sekedar meluapkan segala ekspresi cinta — sekarang aku mulai menulis untuk menciptakan ruang agar rasa sakit yang diakibatkan oleh cinta di dunia nyata, bisa terobati dari dalam dunia fiksi.
Jika dulu aku menulis sambil menangisi penyesalan — sekarang ku buat rasa penyesalan itu sebagai bentuk kekuatan di dunia fiksi.
Jika dulu aku menulis tentang hal-hal yang berbau cengeng, sekarang ku ubah wujud cengeng itu menjadi karakter kuat yang tahan banting — semua ada di dalam dunia fiksi.
Jujur saja, aku benci melihat diriku seperti ini di dunia nyata; lemah untuk mengungkapkan cinta kepada seorang perempuan. Lantas, kebencianku ini ku gunakan sebagai alat untuk berimajinasi dalam kata-kata — aku mengubah rasa benci menjadi sesuatu yang ku sukai — atau lebih tepatnya, aku memaksa untuk menyukainya.
Dalam satu cerita fiksi yang ku buat — Detektif Jimmy — dia adalah karakter yang mencerminkan diriku dalam hal “menyikapi cinta”. Ku buat semua wanita yang ia cintai itu mati agar dia tahu arti dari rasa sakit —lebih tragis dari yang ku alami. Setelah itu, aku juga membuat dia jatuh cinta lagi kepada wanita lain, tapi kini dia punya satu prinsip untuk tidak menyatakannya — setidaknya dalam beberapa waktu.
Detektif Jimmy ini merupakan mata-mata yang punya keahlian khusus, salah satunya adalah aksi Ninja. Daripada menyebutnya sebagai detektif, Jimmy sebenarnya merupakan mata-mata — intel — dia adalah agen rahasia yang bekerja di bawah Kepolisian Besar Cot Jambee — dan dia punya peraturan serta prinsip sendiri dalam hal mencari jejak musuh atau saat menangkap mereka semua. Oleh karena perannya itu aku membuat detektif ini selalu bekerja di malam hari; menyusup dan menyerang diam-diam di balik kegelapan. Aku menjadikannya sebagai Ninja dari kota Cot Jambee.
Ada beberapa alasan yang menginspirasikanku membentuk karakter Jimny seperti itu, dan dua di antara inspirasi terbesar ini hadir dari sosok Batman yang diperankan oleh Christian Bale dan juga Sasuke Uchiha dari Naruto. Dia bekerja mencari penjahat di malam hari, maka wajar dirinya punya banyak musuh, dan mereka semua ingin membunuhnya.
Oleh karena pekerjaannya yang berbahaya itu, Jimmy tahu tugas dan perannya. Ia mengesampingkan hal-hal yang bersifat pribadi, salah satunya yaitu perasaan cinta. Sebaliknya, sang detektif lebih mengedepankan pekerjaannya yang hadir di tengah kota Cot Jambee untuk mengusut tuntas kejahatan, menegakkan keadilan serta melindungi warga sipil.
Sosok Jimmy yang mampu mengedepankan pekerjaannya ketimbang hal-hal pribadi… itu adalah sesuatu yang tidak bisa ku lakukan di dunia nyata. Sang detektif mampu menyembunyikan perasaannya terhadap wanita sebab ia paham jika sampai ada yang tahu apalagi dari pihak musuh, maka nyawa sang wanita bisa dalam bahaya. Jimmy melakukannya atas satu alasan; sosok wanita yang pernah ia cintai tewas terbunuh di tangan musuh. Maka, belajar dari pengalaman, dia memilih untuk mengesampingkan rasa cintanya dan terus melakukan pekerjaan dengan sangat baik. Meski di tengah-tengah misi ada saja yang membuatnya menyesali pilihannya itu, tapi ia tetap teguh dengan prinsip yang sudah ia putuskan.
Itulah yang tidak bisa ku lakukan di dunia nyata. Aku tidak bisa membawa diri sendiri untuk fokus terhadap kewajiban — malah sebaliknya, aku terus memikirkan hal-hal yang tak penting — dan umumnya adalah urusan cinta, baik yang sudah berlalu ataupun yang sedang ku alami. Seharusnya, aku sadar diri bahwa ada banyak waktu terbuang sia-sia hanya untuk menyesali masa lalu atau memikirkan hal-hal yang tak perlu. Tapi, usaha itu benar-benar berat untuk dilakukan.
Oleh sebab itu, karena aku merasa masih belum mampu mengabaikan segala hal yang tak perlu, maka ku ciptakan satu tokoh untuk melakukannya, meski hanya dalam ruang fiksi. Dan tokoh itu ku tentukan dalam sosok Detektif Jimmy. Aku punya keinginan agar suatu hari nanti, dengan terus menulis cerita tentang kisah percintaan yang dialami oleh Jimmy, kelak kisahnya dapat masuk ke dalam kehidupanku.
Jimny telah kehilangan wanita yang sangat ia cintai karena tewas di tangan musuh. Tapi ia tetap menjalani kehidupannya bahkan menjadi lebih bijak dalam memutuskan mana yang lebih diprioritaskan dan mana yang harus dikesampingkan dulu. Dia juga paham terhadap resiko yang ia pilih; ia tahu jika memendam rasa maka akan timbul rasa sakit. Namun, dengan tanpa ragu ia tetap dalam pendiriannya sebab ia sadar bahwa ada hal yang lebih penting untuk dituntaskan, dan jika tidak ia tuntaskan maka ada satu atau beberapa kemungkinan buruk yang bisa terjadi —dan kemungkinan itu bisa lebih buruk dari apa yang pernah ia terima di masa lalu.
Ku buat Jimmy belajar dari masa lalu dengan tidak membuang beberapa hal seperti; rasa kehilangan, depresi mendalam, rasa sakit terhadap memendam cinta, rasa khawatir, rasa kesepian, ketakutan — semua itu ia rasakan dan masih bersemayam di dalam batinnya. Tapi, dia mampu mengontorlnya dengan sangat baik hingga menjelma menjadi sosok hebat; ditakuti oleh musuh namun disegani oleh para polisi, juga dicintai oleh masyarakat sekitar.
Semua yang ada dalam sosok Jimmy adalah apa yang tidak bisa ku lakukan di dunia nyata. Tapi, barangkali suatu hari nanti aku mampu menerapkannya meski tidak semuanya. Aku sedang belajar dari tokoh ciptaanku sendiri — jika aku tak bisa belajar dari pengalaman yang ada, maka ku serahkan pada dunia fiktif. Sebab, bagiku, belajar itu bukan melulu dari pengalaman, terkadang ada juga dari hal-hal yang terlihat sepele, tapi dapat berguna untuk diri sendiri.
Ku anggap sosok Jimmy ini sebagai bagian dari hal sepele — tapi karena Jimmy itu adalah diriku dalam dunia fiksi, maka aku tak boleh canggung untuk mempelajari apapun darinya. Bisa ku bilang, Jimmy adalah serpihan diriku yang lain; dia ada dan bersemayam di dalam jiwaku. Hanya saja, dirinya tak muncul ke dunia nyata melainkan hidup dalam dunia imajinasi. Dan lagi, imajinasi ini adalah milikku, maka sudah pasti dia pun bagian dariku yang barangkali sampai saat ini masih belum tampak. Tapi, aku ingin dia muncul ke dunia nyata, dan tentu saja dalam wujud diriku yang asli.
Kesimpulannya adalah aku benci hingga detik ini masih menjadi sosok laki-laki yang cengeng. Aku ingin mengubah diri sendiri untuk setidaknya bisa menjadi bijak — bukan untuk orang lain, tapi untukku sendiri. Jadi, daripada terus-terusan merengek dalam tulisan, ada baiknya ku pikir mengubah rengekan itu menjadi sebuah tokoh sempurna versiku, agar kelak dia bisa menggerakkan batin serta ragaku untuk hidup di dunia ini.
Bekas luka atau luka-luka lain yang akan timbul akibat cinta akan terus ada. Tapi cara menyikapinya akan menentukan arah dari seseorang; merosotkah dia atau malah berhasil bangkit.
Saat ini, aku sedang berusaha menyikapi urusan cinta menjadi sesederhana mungkin. Aku tak suka hal-hal rumit apalagi yang terlalu berdrama. Oleh karena itu, aku mencoba tetap tenang meski sebenarnya khawatir — aku mencoba tetap baik-baik saja meski sebenarnya ada bekas luka yang tersayat di hati — dan aku mencoba untuk pulih walaupun ada rasa trauma yang menakut-nakuti diriku.
Akan tetapi, itu semua merupakan bagian dari kehidupan, siapa saja takkan bisa mengelaknya. Seseorang yang pernah terluka terutama karena cinta, banyak orang susah move on, dan aku salah satunya. Jika saja wanita yang ku idamkan itu paham betul laju hatiku terhadapnya, pasti dia takkan rela melihatku terluka seperti ini.
Namun yang namanya hati punya sudut pandang yang berbeda-beda. Aku tak bisa memaksakan seorang wanita untuk mencintaiku sebagaimana aku juga tak bisa dipaksa untuk membencinya. Walaupun menurutku rasa cinta di dalam hati benar-benar tulus, pada akhirnya aku sadar bahwa untuk mencintai seseorang tidak cukup hanya sekedar mengaguminya dalam diam. Aku paham bahwa mau tak mau aku harus melakukan pergerakan meskipun sangat berat ku lakukan.
Seperti yang ku jelaskan, sampai detik ini aku masih belum mampu untuk berkata jujur kepada wanita yang ku cintai. Ada rasa trauma yang kini menyebar di jiwaku hingga aku tak kunjung bisa berdamai dengan diri sendiri. Meski begitu, waktu tidak menungguku untuk pulih, dan semua hal yang sudah terjadi terlihat sangat mustahil untuk bisa dilupakan. Di sini, aku harus berjuang untuk setidaknya pulih dari rasa trauma, menerima kelemahan sendiri, dan mulai fokus untuk mengembangkan apa yang bisa ku lakukan.
Oleh karena itu aku membentuk tokoh Detektif Jimmy. Aku ingin berhenti menangisi wanita-wanita yang gagal ku miliki — sebagaimana aku ingin berhenti menulis tentang rengekan-rengekan cinta. Aku laki-laki yang barangkali ditakdirkan untuk merasakan jenis luka seperti ini. Dan lelaki itu tipe petualang, mau apapun lukanya, maka dia harus bisa menyembunyikan rasa sakit hingga tak ada seorang pun yang sadar bahwa hatinya telah berdarah-darah.
Aku ingin mengakui diri sendiri sebagaimana yang dilakukan oleh Detektif Jimmy. Dia mengalami urusan cinta yang lebih tragis daripadaku, tapi masih mampu bekerja sebaik mungkin dengan menghadapi para berandalan, dan mengabaikan perasaan pribadi di tengah dirinya yang mulai mengagumi wanita lain. Bahkan, aku juga ingin membuatnya kembali kehilangan sosok wanita itu — aku berkeinginan untuk meremukkan hatinya; ku biarkan dia menangis tanpa ait mata di tengah-tengah musuh yang berniat untuk membunuhnya.
Aku ingin menyadarkan diri sendiri bahwa pengalaman seperti sosok Jimmy itu bisa saja ku alami. Dan aku tahu pasti akan sangat sulit untuk ku hadapi. Namun, Jimmy malah berhasil melaluinya meski tetap hidup dalam penderitaan. Bagaimanapun juga, dia adalah tokoh yang ku ciptakan; aku sedang menginspirasi diriku sendiri untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh Jimmy. Walaupun detektif ini hanya hidup dalam dunia fiksi, tapi dia adalah salah satu karyaku. Dengan begitu, dia jelas merupakan bagian dari diriku sendiri, dan oleh karenanya aku tak boleh mengabaikan karya ciptaanku.
Begitulah caraku untuk berhenti menjadi lelaki cengeng. Urusan cinta merupakan salah satu hal terumit yang pernah ku alami. Tapi, aku akan kembali jatuh cinta setelah sempat beberapa kali perasaan ini hanya terpendam — bahkan ada satu kali ditolak. Semua pengalaman itu sudah memberi luka kepadaku dan aku sangat mengerti rasanya — sangat menderita.
Tapi jujur saja, di balik rasa trauma cinta, sebenarnya saat ini aku sedang mengagumi seorang wanita lagi. Ku harap dia adalah pelabuhan terakhirku — ku harap rasa ini berhenti di tempatnya — ku doakan dia adalah sosok yang Allah titipkan. Namun jelas, aku harus berusaha. Aku tak punya apa-apa selain luka, dan sekarang sedang memikirkan cara yang tepat untuk mengungkapkan rasa ini.
Mudah-mudahan, sosok Jimmy dapat menerobos ke dalam hatiku. Semoga, Allah memberi kesempatan padaku untuk hidup berdampingan dengan wanita yang ku cintai — paling tidak sebelum diriku mati.
Lelaki cengeng ini sedang belajar untuk menghapus air mata dengan kedua tangannya sendiri.
Siapapun kamu yang membaca tulisan ini, ku harap terus hidup dalam kebahagiaan. Dan tolong doakan aku… barangkali doamu lebih mujarab dari doaku.