Kisah Indah dan Tari

Cerpen

Reza Fahlevi
4 min readSep 17, 2022

Foto oleh Neosiam 2021 dari Pexels

Di SMA NEGERI 5 PUTROE PHANG

Kriiiingg...

Begitu bel berbunyi, semua siswa mendadak buru-buru; ada yang sedang makan di kantin dan segera beranjak meski nasi guri baru habis setengah piring; ada yang sedang bersih-bersih halaman depan kelas dan segera berlari ke lapangan.

Aku sendiri baru saja tiba di sekolah. Ini hari senin dan setiap paginya jam 07.45 semua menghadiri upacara bendera. Begitu memasuki ruang kelas untuk meletakkan tas, aku pun mempercepat jalan dan berbaris di lapangan.

Selang beberapa menit kemudian, para guru juga sudah mulai berdiri rapi di depan kantor. Petugas-petugas upacara sudah mengatur posisi; sejenak mataku yang sedikit nakal melihat ke sekitar tiba-tiba menangkap Tari, hari ini dia menjadi pengibar bendera. Setelannya serba putih persis seperti yang dikenakan oleh anggota paskibraka.

Ketika upacara berlangsung dan tepat saat detik-detik pengibaran bendera, entah kenapa aku tak bisa mengalihkan pandangan dari Tari. Dia adalah perempuan yang sudah ku kagumi sejak kelas satu, dan masih bertahan sampai kami duduk di kelas dua.

Upacara pun selesai, semua siswa dan guru kembali ke ruang masing-masing. Masih ada waktu sekitar sepuluh menit sebelum pelajaran dimulai. Dan aku sudah merasa tidak semangat sama sekali karena hari ini pelajaran matematika berlangsung selama tiga jam. Sungguh sangat membosankan.

"Yoo Fathur, pr buk Fitri udah siap belum...?" Angga datang dan langsung duduk di sebelahku.

"Haahh...? Ada pr ya...?"

Aku baru sadar ternyata hari jumat lalu bu Fitri memberi kami PR. Sialan aku lupa. Sama sekali tidak teringat.

Saat sedang bincang-bincang dengan Angga, Bu Fitri masuk. Beliau duduk dan langsung menagih hutang, "PR dikumpul. Yang tidak buat, silahkan keluar dan berdiri di tiang bendera sampai jam saya selesai."

Mati!!!

Bagaiamana ini...

"Angga..." bisikku memanggilnya.

Saat teman-teman lain sedang mengumpulkan tugas, tiba-tiba Bu Fitri bangkit dan menghampiri kami.

Dubrakkk...

Ia memukul meja.

"Saya tidak suka mengulang perkataan dua kali." Ujar guru matematika ini.

Aku paham maksud beliau. Tanpa berlama-lama aku keluar dari kelas dan berdiri di tiang bendera. Lima menit kemudian Angga bergabung denganku.

"Kacau..." ia mulai mengeluh. "Udah tiga kali aku gak buat pr-nya bu Fitri. Kayaknya kalo sekali lagi aku masih gak buat, dia bakal lapor ke orang tua aku."

Sepertinya Angga baru saja diceramahi oleh Bu Fitri. Tapi aku tak menggubris dirinya karena tiba-tiba mataku mendapati Tari sedang berjalan ke kantin. Sendirian.

"Yoo, ada mau nitip? Aku mau ke kantin ni beli minum." Tanyaku pada Angga.

"Ayoklah kita ke kantin."

"Jangan berdua, nanti ketahuan sama Bu Fitri. Satu orang mesti ada yang tinggal di sini."

Aku mencoba mengada-ngada padahal niat ku ke kantin karena ingin bertemu dengan Tari walau hanya sesaat.

"Betul juga, yaa. Aku nitip air mineral aja deh... dingin ya..."

"Wokee..." sahutku.

Aku pun bergegas pergi menuju ke kantin. Begitu tiba, ku lihat Tari sedang makan. Ia melirik ke arahku lalu tersenyum, tanpa ampun ku balas juga senyumannya.

"Buk..." aku memanggil penjaga warung, "teh dingin ya..." lanjutku lagi.

Setelah itu aku langsung duduk di tempat yang sama dengan Tari. Posisi kami saling berhadapan.

"Gak masuk, Fathur?" Tanya gadis ini.

"Lagi nyari udara segar aja. Penat kali di kelas." Sahutku sambil mengambil ponsel dari dalam saku celana. Padahal aku sedang dihukum.

"Biasa... pelajaran bu Fitri." Sambungku lagi sambil tertawa tipis.

"Oohh hahaha. Bosan ya..."

"Iyaa... udah gitu penjelasannya susah kali dimengerti."

Tari tertawa mendengar ocehanku.

Beriringan dengan tibanya pesanan teh dingin, kami berdua mulai berbicara panjang lebar. Tari dan aku berbeda kelas; dia jurusan IPA sedangkan aku IPS. Meskipun demikian, perbedaan ini membuat kami memiliki banyak pembahasan.

Aku sendiri jarang-jarang bisa berduaan dengan Tari, bisa dihitung berapa kali kami menghabiskan waktu selama dua tahun kami sekolah di sini.

Barangkali yang tak terlupakan adalah saat kami duduk berdua di pos satpam tiga minggu lalu. Tari yang biasanya dijemput oleh ayahnya sedang duduk manis di sana. Dan aku tak menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Kapan lagi bisa berduaan dengan orang yang aku sukai tanpa ada pengganggu.

"Minggu depan turnamen voli dimulai tuh, kamu gak niat motret?" Tari menatapku.

"Hmm... pasti kok."

Aku memang dikenal sebagai fotografer sekolah. Sudah dari kelas satu sejak gabung di OSIS aku sering motret-motret. Wajar karena bidangku juga di bagian dokumentasi.

"Sesekali fotoin aku dong waktu lagi ngibarin bendera..."

"Oohh, ada kok. Banyak..."

"Kok gak bilang-bilang...?"

"Sengaja, jadi aku bisa fotoin kamu dengan pose-pose yang aneh, ha ha ha..."

"Ihhh..." Tari mulai jengkel, "awas aja kalo ada foto aku yang jelek-jelek..."

"Mau gimana pun aku fotoin kamu, tetap aja hasilnya malah bagus. Mungkin cewek manis kalo difoto jelek-jelek pun bakal keliatan cantik juga..." ujarku sambil tertawa.

Tari malah tersipu malu, wajahnya mulai agak memerah. Ia seakan salah tingkah gara-gara gombalanku tadi. Ku perhatikan saja gerak-geriknya yang tersenyum sambil menutup mulut. Tapi malah aku suka melihat perempuan ini seperti itu.

"Pokoknya awas yaa kamu kalo ada foto aku yang jelek..." kata Tari.

"Kalo ternyata foto kamu cantik-cantik gimana?"

Ia tidak berkata apa-apa, hanya diam dalam senyuman. Dan sepertinya aku beruntung bisa melihat senyuman Tari... bahkan lebih beruntung lagi bisa memperhatikan senyumannya langsung dari kedua bola mataku. Bagiku, keindahan ini merupakan anugerah tersendiri. Sengaja diriku tidak mengalihkan pandangan dari Tari sebab sepertinya aku mulai kecanduan melihatnya.

Lima belas menit kemudian

Angga duduk melamun tepat di depan tiang bendera. Ketika aku sudah berjarak beberapa meter darinya, ia menoleh padaku dan mulai mengoceh.

"Ke mana aja sih? Beli minum kok lama banget...?" Angga menumpahkan kekesalannya padaku.

Aku tak menyahut apapun, hanya memberinya air mineral sesuai yang ia pinta tadi sembari tersenyum.

-Breaking Reza-

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet