Kebenaran: Luka Tersembunyi

Reza Fahlevi
3 min readOct 15, 2021

Epilog

— —

Sebuah novelet yang menceritakan tentang seorang laki-laki bernama Luca. Ia seorang pembunuh psikopat. Semua itu terjadi oleh sebab Luca sempat mengalami depresi hebat di masa kecilnya. Terlahir dengan sosok yang sangat sensitif, ia adalah orang yang tak sanggup mendengar ocehan-ocehan, terlebih lagi jika ocehan itu terlalu tajam.

Pertengkaran kedua orang tua membuat Luca tertekan. Ia sering menjadi pelampiasan oleh keduanya; ibu sering memarahinya, dan ayah tak jarang memukulinya. Hingga pada akhirnya drama tersebut sampai di puncak, sang ibu membunuh suaminya itu. Saat itu ibu Luca menyeret tubuh suaminya yang sudah tak bernyawa lagi, tepat di hadapan sang anak. Ia mencabik-cabik seraya berkata,

“kamu harus lihat, ini adalah bukti cinta ibu pada ayahmu".

Seminggu setelah kejadian itu, Ibu Luca dipenjara dan meninggal dunia sebulan setelahnya. Maka, tinggallah Luca seorang diri. Di tengah-tengah mengambangnya arah kehidupan, juga kepribadian yang perlahan berubah seiring bertambahnya usia, Luca mencoba bertahan hidup. Tapi, banyak anak-anak seusianya menjauhinya sebab takut akan cerita masa lalu keluarga anak ini. Tak jarang pun ejekan serta cemoohan menjadi serangan yang tak bisa dielak oleh Luca. Para orang dewasa juga tak segan memukuli anak ini oleh sebab masa lalu yang ia miliki.

Luca yang sejak kematian orang tuanya masih berumur sepuluh tahun, oleh seorang laki-laki bernama Frey, kemudian mengadopsinya. Mereka tinggal bersama. Sayangnya, orang yang mengadopsi Luca adalah seorang pengedar sabu-sabu. Ia telah jatuh ke tangan yang salah, sebab lelaki itu terus membawa Luca ke arah sesat.

Frey yang memperkenalkan Luca ke dunia kegelapan. Ia membawa anak ini ikut serta saat transaksi sabu-sabu berlangsung, membawanya ke klub malam, memperkenalkan dirinya kepada wanita-wanita penghibur. Bahkan di usia dua belas tahun, Luca telah diajarkan cara untuk meniduri wanita. Tapi meskipun demikian, Frey tetap menyekolahkan Luca sampai selesai, bahkan sampai ke jenjang kuliah.

Sebagai pengedar sabu-sabu, Frey jelas menjadi buronan para polisi. Namun, ia telah mengajari Luca cara bela diri, juga mengajarinya menembak. Maka, setiap aksi mereka di malam hari, anak ini menjadi orang yang akan melindungi ayah angkatnya.

Tak segan-segan Luca akan membunuh siapapun yang meneror Frey. Ia lihai dalam menyelinap dan membunuh tanpa diketahui. Oleh sebab itu Luca menjadi seorang pembunuh dalam bayangan, jarang sekali menggunakan pistol.

Tiba suatu malam, Frey, Luca dan segerombolan pengedar sabu-sabu terkepung. Pertumpahan darah pun tak dapat terelakkan. Pada saat itu Frey terkena tembakan dan meminta pertolongan kepada Luca. Tapi, kondisi terjepit ini membuaat anak itu bingung hingga ia pun memutuskan untuk membunuh Frey seperti ibunya membunuh sang ayah.

“Ayah, perjalanan kamu cukup sampai di sini, selanjutnya lebih baik kamu mati saja. Itu karna aku mencitntaimu…” ujar Luca sebelum membunuh Frey, ayah angkatnya.

Sejak kematian Frey, Luca pun hidup tanpa kehadiran sosok keluarga lagi. Ia telah menyelesaikan sekolahnya dengan baik, dan kini dirinya mulai berkarir dalam dunia musik. Ia menjadi musisi terkenal, tapi aksi bunuh-membunuh tak bisa ditinggalkan begitu saja, semua sudah menjadi kebiasaannya. Sebab, setiap kali ia membunuh, ada perasaan senang dan bahagia.

Luca adalah penerus Frey. Meskipun dirinya tidak mengedarkan sabu-sabu seperti ayah angkatnya dulu, Luca lebih memilih jalan kehidupannya sendiri. Bermusik dan membunuh.

Cinta kepada kedua orang tuanya juga kepada Frey, ayah angkatnya, menjadikan Luca harus hidup seorang diri. Dan oleh karena ia terlalu merasa kesepian. Membunuh adalah satu-satunya cara ia dapat bahagia, sekaligus menjadi ajang pembalasannya terhadap bulyy-an yang pernah dialaminya di masa kecil.

Tekanan batin yang bergejolak di dalam hatinya, membuat Luca mengalami depresi berat. Seiring waktu berjalan, karakternya pun mulai berubah, menjadikan dirinya sebagai pembunuh berdarah dingin.

Luca mengalami kelainan jiwa sebab membunuh nyawa orang telah menjadi kebiasaannya. Jeritan orang juga darah seolah bagaikan hiburan tersendiri baginya. Ada kepuasan yang sulit dijelaskan saat ia membunuh seseorang. Dan karena perasaan itu, Luca semakin kecanduan untuk membunuh.

— Breaking Reza

--

--