Kebenaran: Luka Tersembunyi

Reza Fahlevi
2 min readOct 10, 2021

— —

Ku coba tetap membumi, di atas pijakan yang sama. Saat mereka menarikku terlampau ke atas, aku akan jatuh lagi…

Ku coba tetap membumi, berbagai ungkapan nasehat memasuki gendang teling. Memulihkan segala bentuk kesakitan. Aku dapat melampaui segala yang menjadi mimpi. Tapi, akan tetap jatuh…

Aku… setidaknya harus sadar diri. Ketika banyak sanjungan datang menyapa, tidak sedikit juga cacian ‘kan ku dapati. Maka harus ku lakukan, untuk memgukur jati diri, aku tak seharusnya lupa terhadap masa lalu.

Memungkinkan setiap hal terjadi, hidup bagaikan pertanyaan utuh yang harus di lalui; mencari jawaban yang akan terjawab seiring waktu bergulir.

Tapi pun, aku tak seharusnya berputus asa, di setiap kegagalan yang ku terima, menghadapi kenyataan yang tak sesuai keinginan. Rintangan serta ribuan cobaan silih berganti menghampiri. Aku mesti belajar.

Perkara cinta yang ku pendam, ku percayai dalam harapan. Tak terhitung berapa ratus ribu doa telah ku utarakan, kepada Tuhan Sang Maha Penguasa.

Hati berbolak-balik dalam sekejap. Yang ku benci dengan cepat menjadi cinta. Yang ku peduli seketika berubah menjadi bara api. Memsunahkan kebaikan, melahirkan rantai-rantai perasa lainnya.

Satu terkubur

Dua terpisah

Tiga menghilang

Empat lenyap

Aku tak tahu, jenis rintangan macam apa lagi yang akan ku hadapi di depan sana nanti.

Belenggu jiwa menjebakku di dalam kegelapan, mencaci diri, memusuhi cahaya penolong, dan ku khianati kasih. Aku melawan sebab tak bisa berteman.

Aku akan terus membumi, untuk menyadarkan diri bahwa aku hanya seorang manusia yang terkadang bangkit, terkadang jatuh.

Aku akan terus mencoba membumi, karna segala hal yang kini telah menjadi hak milik, dapat pergi sewaktu-waktu.

Aku memang harus membumi, semua yang ku dapat, bukanlah serta-merta milikku seorang diri.

Duhai Tuhan, sejauh ini aku hidup dalam usaha menjadi kebaikan, apakah sudah layak bagiku untuk lulus dari ujianmu?

Atau aku harus terus mencoba, dalam tangis dan air mata. Barangkali, ada sesuatu yang belum ku ketahui tentang rahasia kehidupan ini.

Ku akui diri ini lemah

Ku akui aku tak berkekuatan

Sungguh tak berdaya…

Pertanyaan terus saja menghantuiku bahkan di saat aku belum selesai menjawab beberapa di antaranya.

Desir angin ini membawa debu menggandeng erat lenganku, seakan ia ingin membawaku kepada sebuah kebenaran yang belum ku ketahui.

Tapi, kuatkanlah hati dalam berharap apabila nanti kebenaran yang ku terima terlalu berlawanan dari hasrat yang terpendam ini.

Sungguh, aku tak ingin terjebak dalam ilusi kejahatan. Sungguh aku tak sanggup…

Tak sanggup melihatnya pergi berlalu

Duhai Tuhan, jangan biarkan aku berjalan seorang diri. Kehampaan ini begitu menusuk sanubari.

Jika pun kekuatan ini adalah yang terakhir, aku hanya ingin berakhir dalam kebaikan… hanya dalam kebaikan.

10–10–2021

Puisi ditulis dalam rangka memperingati hari Kesehatan Mental sedunia. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya. Semoga, semakin kuat dari sebelumnya. Semoga, tak pernah memyerah mengahadapi drama kehidupan ini.

--

--