Jingga Yang Ku Cemburui

Reza Fahlevi
2 min readJul 17, 2021

--

Foto: pexels.com

Berita tentangmu menyapa telingaku, di ujung senja dia mencoba menghibur kehampaan. Terasa kaku hati yang ingin berbicara, melontarkan kata kesukaan hanya bersamamu.

Meskipun ku akui cahaya langit petang itu indah. Aku merindu hanya untuk sesaat… persis seperti ku nikmati warna jingga ini dengan secangkir kopi.

Keberadaanmu adalah keingintahuanku, arah hatimu adalah sesuatu yang ingin ku rasa. Seakan melampiaskan hasrat di dada, aku menjerit dengan harapan kau dapat mendengarnya.

Rintihan sesaat ini begitu terasa menyakitkan. Alunan bisu membawa sejuta warna yang ingin ku lukis; melukis wajahmu di setiap adegan lamunanku.

Kau terlalu ku candu seperti senja. Kau terlalu ku kagumi seperti langit jingga. Kau adalah mimpi yang ku ukir di balik kesunyian. Aku membatin mencoba meyakinkanmu, meski kau tak pernah paham kode bahasa tersiratku.

Jika kau menjadi syahdu, itu karna kau memilihnya.

Jika kau begitu indah, itu karna memang pilihanmu.

Tak perlu mawar merah memberimu warna, kau sudah terlalu mewah di dalam kesederhanaan.

Kau putuskan untuk menjadi diri sendiri, itulah di mana awal diriku menetapkan rasa cinta ini, hanya ingin berlabuh padamu.

Hingga nanti senja padam, aku masih melamun… menantimu… merasakanmu. Aku, menyimpan kerinduan yang mendalam.

Sunyi yang terus menggema, memaksaku untuk menelusuri ruang kenyataan, bahwa kau ada di depanku bersama lelaki itu.

Realita yang ku tatap, adalah adegan di mana aku harus bersikap hebat dan kuat, meskipun kenyataannya aku hanya menahan rasa sakit dan kecemburuan.

Tapi kau… tetap ku ilustrasikan sebagai simbol kekuatan. Tak akan pernah ku lupakan bagaimana kita saling berbagi senyuman di kala itu, saat awan kelabu menjadi saksi bahwa kita memang pernah duduk bersebelahan bersama, mengutarakan obrolan yang tidak penting sama sekali.

Di saat itu, mataku dan matamu saling menatap untuk mencoba mengatakan kejujuran yang mungkin tertutup di dasar sanubari.

Perlahan senja menghilang, ku rasakan goncangan batin.

Di bawah langit ini aku terduduk dan menulis puisi. Terkadang mataku melukis indah wajahmu, pikiranku sibuk bersajak merangkai kata… bahkan hatiku yang terlalu candu menjebak diri dalam garis milikmu.

Aku akan berkata,

“izinkan aku untuk merindukanmu hingga sampai kapan aku tak tau… izinkan aku menulis namamu… izinkan aku mengukir kesyahduanmu. Izinkan aku… untuk mencintaimu”

Bukankah,

bukankah kita tak perlu berbohong pada gejolak rasa di dalam hati?

Maka aku tak ingin lagi berbohong, padamu atau pada diriku sendiri.

Aceh Besar, 17 Juli 2021

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet