Jangan Khawatir, Yang Kamu Butuh Hanya Beradaptasi
Sebuah hal baru yang belum pernah kita lakukan sama sekali merupakan keanehan bagi setiap kebanyakan individu. Beraktivitas dan bekerja dengan sesuatu yang asing memang sangatlah tidak nyaman. Kita belum terbiasa tapi dipaksa untuk membiasakan diri. Kita belum ahli namun diharuskan untuk ahli. Kita belum pun tahu akan tetapi diwajibkan untuk mencari tahu. Yang seperti ini pasti sangatlah menjengkelkan terlebih lagi hal-hal tersebut bukanlah yang kita sukai.
Mencoba hal baru memang sebuah tantangan tersendiri bagi setiap individu. Apalagi di dunia pekerjaan, pastinya kita sebagai karyawan baru harus terbiasa dengan apa saja yang ada di tempat kerja seperti peraturan, cara bekerja, tata krama, dan lainnya. Tentu saja orang-orang punya cara berbeda untuk melakukan hal baru yang masih sangat asing bagi mereka. Ada beberapa yang langsung klop apapun yang menjadi kewajiban untuk mereka, seperti tidak ada beban sama sekali. Namun tidak sedikit pula yang butuh waktu untuk menyesuaikan diri sebab semua yang dibebankan kepada mereka itu bukanlah keterampilan yang bisa begitu saja mereka terapkan.
Contohnya seperti dalam dunia mengajar. Selama ini, kewajiban seorang guru akan pengetahuan haruslah luas seiring dengan berkembangnya teknologi. Mau tidak mau guru harus mengikuti trend teknologi sebab jika tidak maka akan ketinggalan informasi. Berbeda halnya dengan guru di masa lalu. Katakan saja ada seorang guru Matematika, kewajiban dia adalah harus tahu betul semua di bidangnya tersebut, sedangkan untuk bagian lainnya tidak ada kewajiban. Bagaimanapun juga masa lalu dan masa sekarang tidaklah bisa disamakan seutuhnya.
Seorang guru harus memiliki keterampilan, cakap dalam menyampaikan informasi berupa materi pelajaran, memiliki keahlian terhadap teknologi. Hal ini belum ditambah dengan beban lainnya seperti mendidik muridnya agar memiliki karakter, juga persiapan-persiapan lainnya seperti menentukan materi, mengisi nilai, hingga mempersiapkan soal-soal.
Semua hal yang telah penulis sebutkan di atas bukanlah keburukan ataupun kekurangan. Tak bisa dipungkiri jika itu semua sangatlah penting. Dengan kata lain, pekerjaan guru itu bukan semata untuk mengajar tapi juga mendidik serta melakukan kegiatan akademik rutin lainnya. Tanpa kita sadari, beban guru itu memang berat dan tidak biasa. Betapa tidak, di saat para guru hanya memiliki dua tangan, mereka diwajibkan untuk melakukan seribu pekerjaan. Bukankah begitu berat? Tapi di sisi lain itu semua adalah hal mulia yang dilakukan oleh para tenaga pengajar.
Seorang guru juga harus pintar melihat karakter setiap muridnya. Kita sepatutnya menerima bahwa semua anak itu memiliki kepribadian juga kepintaran yang berbeda-beda. Untuk sifat, guru harus peka terhadap siswanya yang pemalas, rajin, pintar, kurang pintar, pemalu, pemberani, takut, pembuat onar dan lainnya. Selain itu, guru juga harus cermat dalam mengamati siapa saja siswanya yang mudah mengerti terhadap pelajaran yang diajarkan dan siapa yang kesulitan memahami materi. Ini perlu karena menyangkut akan masa depan si murid itu sendiri. Dalam hal ini, penulis percaya tidak ada anak murid yang bodoh, yang ada hanya proses mereka untuk mengerti memiliki waktu atau cara yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, sebelum mengajar, perlu dilakukan observasi untuk mencari tahu apa saja kelebihan serta kekurangan yang dimiliki oleh para murid.
Selain itu, terkait dengan kepribadian murid, guru harus pintar untuk mencari celah menghadapinya. Seperti cara menghadapi siswa malas, sebagai guru tentu harus dapat mengubah perilaku tersebut sebab itu berlawanan dari sifat pelajar. Mengubah pribadi siswa dari malas menjadi rajin bukanlah perkara mudah. Tidak bisa guru mengubah mereka dengan hanya memberi ceramah di kelas, memberi hukuman, atau memarahinya di depan teman-teman yang lain. Terkadang memang cara ini bisa menjadi solusi tapi tidak selamanya demikian. Dibutuhkan yang namanya sebuah pembuktian juga proses tentunya. Pembuktian bisa saja berawal dari guru sendiri seperti memberi contoh teladan kepada siswanya yaitu datang tepat waktu dan juga menyelesaikan mengajar tepat waktu pula. Jangan hanya ketika waktu belajar saja yang diwajibkan untuk tepat waktu sedangkan ketika sudah saatnya untuk selesai belajar, kita malah menundanya. Keduanya harus imbang.
Dengan memberi contoh seperti ini, juga dibersamai akan teguran berulang kali, Insya Allah akan ada perubahan terhadap sikap siswa yang malas tersebut. Yang terpenting adalah percaya akan prosesnya. Dengan kata lain, memberi contoh dengan tindakan, lalu mengingatkan siswa dengan lisan kita, itu tidaklah cukup jika tidak ada rasa percaya dari guru sendiri. Percayalah walaupun ini hanya hal sederhana, tapi sarat akan makna. Bukankah indah jika timbul rasa percaya di antara guru terhadap muridnya? Begitu juga sebaliknya.
- Masalah Yang Kemungkinan Akan Muncul
Guru baru adalah mereka yang masih meraba-raba terhadap dunia yang sekarang ini sedang mereka jalani. Belum kenal dengan lingkungan tempat mereka mengajar, belum tahu persis bagaimana karakteristik murid mereka, belum terlalu hapal peraturan di sekolah atau institusi di mana mereka berada, itu semua adalah masalah.
Setiap institusi maupun sekolah memiliki peraturan yang berbeda. Contoh sederhananya adalah terkait jam dimulainya proses belajar mengajar. Sekolah A mewajibkan gurunya untuk mulai mengajar tepat pada pukul delapan, sedangkan sekolah B mengharuskan gurunya berada di kelas saat pelajaran pertama itu pada pukul 08.15, sebab lima belas menit sebelumnya, seluruh murid diwajibkan untuk mengaji terlebih dahulu sebelum belajar. Bagi para guru, peraturan demikian haruslah disadari dan dijalani dengan bijak dan penuh tanggung jawab.
Kemudian terkait dengan lingkungan sekolah. Ada sekolah yang pada hari jumat-sabtu, meminta para guru untuk memakai seragam batik. Sedangkan sekolah lainnya, di hari yang sama, memberikan kebebasan kepada guru untuk berseragam bebas dengan catatan sopan dan tidak mencolok yang dapat mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Ada juga sekolah yang memberikan kebebasan kepada gurunya untuk berseragam bebas dari hari senin-jumat/sabtu. Biasanya sekolah-sekolah tersebut berada di luar ketentuan dari pemerintah (sekolah swasta).
Masalah selanjutnya adalah karakteristik murid. Sebagaimana yang penulis jelaskan sebelumnya bahwa setiap anak itu memiliki pribadi serta pengetahuan yang berbeda-beda. Bahkan cara mereka menangkap atau memahami penjelasan guru pun berbeda, juga rentang waktu yang mereka butuhkan tidak semua sama. Ini menjadi masalah sebab, satu orang guru biasanya akan menghadapi sekitar dua puluh murid di dalam kelas, apabila guru tersebut mengajar di sekolah. Jika seorang guru mengajar di bimbel atau kursus, biasanya akan menghadapi lima hingga sepuluh murid. Bayangkan saja, agar proses belajar berlangsung sesuai rencana, juga untuk mencerdaskan setiap anak di kelas, guru harus melakukannya seorang diri. Belum lagi ada tekanan dari para orang tua jika anak mereka tak kunjung bisa di sebuah pelajaran tertentu. Maka, orang tua kebanyakan pasti menyalahkan guru. Padahal, tidak semuanya harus disalahkan kepada guru walaupun memang tenaga pengajarlah yang bertanggung jawab akan hal tersebut.
Dari ketiga permasalahan umum tersebut, yang paling memiliki pengaruh besar terhadap guru adalah cara mereka menghadapi murid di kelas. Jelas tak bisa dikesampingkan jika memahami karakteristik murid, mencerdaskan mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda adalah salah satu hal tersulit yang harus dilakukan oleh guru, apalagi bagi guru pemula yang masih minim akan pengalaman. Mau tidak mau, guru harus mencari seribu cara agar anak muridnya sukses. Itu merupakan kewajiban bagi setiap pengajar.
- Masalah Umum Yang Sering Terjadi Pada Guru Pemula
Penulis memberikan dua gambaran terkait sub-judul ini yaitu, guru pemula yang baru saja terjun ke lapangan (penulis menyebutnya sebagai guru pemula A), dan guru pemula yang mengajar di tempat baru (guru pemula B). Letak perbedaannya adalah dari segi pengalaman mengajar. Guru yang baru saja terjun ke lapangan tentu masih minim akan praktek meskipun mereka sudah memiliki banyak teori terkait metode mengajar. Sedangkan guru pemula yang mengajar di tempat baru, mereka sudah memiliki pengalaman mengajar tapi harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan juga para murid yang mungkin berbeda dari tempat-tempat mereka mengajar sebelumnya. Namun keduanya dapat kita samakan dalam hal pemula di bagian masing-masing.
- Guru Pemula A
Mereka yang baru saja terjun ke dunia mengajar tentu saja harus mengetahui seluk beluk terkait dunia guru. Patut diingat bahwa guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tapi juga sebagai pendidik. Keduanya harus seimbang meskipun tidak selamanya bisa dikatakan demikian.
Setiap guru pasti pernah merasakan praktek mengajar di sekolah atau yang sering disebut dengan PPL. Bagi mereka yang kuliah di FKIP/Tarbiyah tentu tidak asing dengan PPL. Setiap guru wajib melakukan praktek mengajar sebagai penguji sejauh mana keterampilannya, pengetahuannya, juga kecakapannya terhadap materi bidang pelajarannya dan juga menghadapi murid di kelas. Tentu saja untuk terjun ke lapangan, segala persiapan sudah dipelajari sebelumnya di tempat kuliah masing-masing, seperti metode mengajar, cara mempersiapkan materi, menghadapi serta peka akan psikologi murid.
Guru pemula A harus dapat menyesuaikan diri antara teori yang didapatnya di kampus dan realita yang terjadi di lapangan/sekolah. Patut diketahui bahwa teori terkadang tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita pelajari ketika sudah terjun ke sekolah-sekolah. Hal ini sudah penulis alami saat pertama kalinya menjalankan PPL di sebuah sekolah di Banda Aceh. Hampir semua teori yang diberikan oleh dosen di kampus tidak layak untuk diterapkan. Hal ini terjadi sebab, bayangan murid yang diperkenalkan oleh dosen di kampus jauh berbeda dengan kenyataan murid yang penulis hadapi di sekolah tersebut. Adapun siswa yang diilustrasikan oleh dosen adalah murid-murid yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Sedangkan anak-anak yang penulis hadapi adalah mereka yang masih belum memiliki dasar terhadap satu pelajaran yaitu Bahasa Inggris. Penulis sendiri adalah guru yang mengajar pelajaran Bahasa Inggris.
Oleh sebab itu, saat itu penulis seperti membanting setir sebab bayangan dan realita tidaklah sama. Lebih lanjut, penulis harus mencari cara bagaimana menghadapi siswa yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Belum lagi harus menahan sabar untuk menghadapi sifat-sifat mereka yang lumayan nakal, juga masih sangat kekanak-kanakan untuk setingkat SMP. Hal inilah yang memunculkan sebuah masalah bagi penulis yang saat itu masih berstatus sebagai pengajar pemula A. Namun kemudian, perlahan tapi pasti, masalah itu dapat diatasi. Yang penulis lakukan pada saat itu adalah menyesuaikan diri terhadap realita di lapangan dengan tidak mengabaikan ajaran yang telah diberikan oleh dosen. Sebab bagaimanapun, teori-teori tersebut sangatlah penting, sebagai guru hanya perlu menyesuaikan saja dengan apa yang dihadapinya di sekolah.
Inilah yang menjadi penyebab bagi guru pemula hilang mentalnya saat menghadapi kenyataan bahwa siswa yang dipercayakan kepadanya tidak sesuai dengan bayangan yang ada dalam diri guru tersebut. Maka tak jarang setelah masuk dan mengajar di hari pertama, guru itu malah semakin tertekan, merasa tidak bisa meng-handle kelas, pesimis serta takut. Umumnya memang terkadang terjadi pada guru perempuan walaupun tak jarang juga dialami oleh guru laki-laki. Yang harus diingat oleh seorang guru itu adalah, untuk mengajar di kelas dengan murid yang susah diatur, diperlukan mental yang kuat. Ilmu dan keterampilan saja tidak cukup untuk membawa kita memimpin kelas seorang diri di depan dua puluh murid sekaligus. Mental dibutuhkan agar sewaktu-waktu apabila ada murid yang melewati batas, kita dapat menghadapinya dengan bijak tanpa harus melampiaskan emosi kepada si murid tersebut.
Kemampuan berpikir siswa dan kepribadian yang mereka miliki adalah dua masalah yang harus dicari jalan keluarnya. Kita harus mengerti apa yang membuat si anak tersebut menjadi demikian dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk menutupi atau mengubah sikap tersebut jika memang memungkinkan, dan semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Banyak guru pemula A sulit mencari cara untuk menghadapi kenyataan ini. Mereka sering bersikap bahwa tidak cukup memiliki keterampilan untuk melakukan perubahan. Rasa pesimis yang telah timbul dalam laju pikiran mereka, telah menghambat segala kreativitas dalam berpikir. Selain itu, rasa takut terhadap kenakalan siswa juga menjadi pemicu permasalahan tersendiri. Guru pemula menganggap diri lemah hingga tidak berani untuk menegur siswa tersebut. Hal ini terjadi sebab sudah banyak aksi kekerasan yang dilakukan oleh siswa kepada gurunya saat sedang mengajar di kelas. Kekerasan antara siswa dan guru sering diawali oleh sebab teguran yang diberikan oleh guru kepada si anak tersebut tidak dapat diterima begitu saja. Dan ujung-ujungnya saling menyerang pun tak bisa terelakkan lagi.
2. Guru pemula B
Masalah yang sering timbul di kalangan guru pemula ini adalah untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja baru, baik peraturan yang berlaku ataupun murid yang akan dihadapi. Apabila seorang guru memiliki kepribadian yang dominan tertutup, tidak terbuka, sulit bekerja sama, susah untuk bertukar informasi, bahkan bukanlah sosok yang langsung mudah akrab dengan kerabat kerja serta murid baru, itu semua akan menjadi masalah pada dirinya sendiri. Guru itu ada sebagai penyambung ilmu dari guru sebelumnya kepada generasi penerus agar tali yang telah terkoneksi itu tidak terputus di tengah jalan. Jika hal-hal yang penulis sebutkan di atas masih belum bisa diatasi, itu hanya akan menghambat proses belajar mengajar. Padahal mungkin saja guru tersebut memiliki ilmu yang sangat luas.
Masalah ini menjadi milik pribadi sendiri. Dengan kata lain, hanya guru yang bersangkutanlah yang dapat mencari solusinya serta menyelesaikan masalah tersebut. Memang tidak ada salahnya untuk saling bertukar pikiran dengan sesama guru agar titik temu yang diharapkan dapat segera ditemukan. Setelah itu, yakinkan pada diri sendiri untuk menghadapi kenyataan yang saat ini walaupun masih terasa nyata kekurangan yang kita miliki. Hubungan antar sesama guru, juga jalinan bersama murid baru adalah dua permasalahan yang harus diterima, di cari jalan keluarnya, dan dihadapi dengan percaya diri.
- Jangan Takut Untuk Mencoba dan Beradaptasi
Semua hal baru mungkin terasa asing bagi sebagian orang tidak terkecuali bagi para guru. Seperti yang penulis jelaskan sebelumnya, setiap orang itu memiliki cara yang berbeda terkait keterampilan, kepintaran serta kecakapan dalam memahami dan menerapkan sesuatu. Tidak hanya itu, untuk bergaul dengan kerabat baru, menjalin hubungan dengan murid baru, meng-handle kelas yang berisikan siswa nakal, serta cara menyatukan diri dengan peraturan di sekolah/institusi belajar lainnya.
Sebagai karyawan yang bekerja di tempat kerja masing-masing, secara khususnya penulis tekankan ke arah guru, kewajiban serta realita yang ada, itu semua tidak bisa dipungkiri bahwa sangat penting. Kewajiban yang ada itu berperan untuk mencapai target yang telah disepakati bersama. Sedangkan realita adalah kenyataan yang harus disadari oleh setiap pekerja/guru bahwa pekerjaannya itu memiliki masalah x, untuk dicari solusinya agar menjadi y. Namun bagi guru baru pun juga tidak dapat mengelak bahwa mereka harus membiasakan diri terhadap hal asing.
Jika dapat penulis ilustrasikan, setiap kegiatan atau pekerjaan yang kita lakukan itu memiliki resiko. Adalah hak setiap orang untuk bekerja di mana saja sesuai dengan keinginannya terlepas dari apa tujuannya bekerja di sana. Namun yang paling penting dalam hal ini adalah kita harus tahu dulu resiko yang akan kita hadapi ke depannya. Setelah itu, bersiaplah untuk menghadapi resiko tersebut apapun yang akan terjadi. Ini bukanlah semata-mata untuk menakuti diri sendiri tapi lebih kepada melihat dan memprediksi sesuatu yang mungkin tidak sejalan dengan harapan atau rencana yang telah kita persiapkan.
Calon guru, ketika di kampus ia diberi bekal berupa teori yang banyak, diberi ilustrasi bayangan terhadap siswa yang akan menjadi muridnya, serta cara menjalin hubungan yang baik dengan guru lainnya. Apabila semua yang telah dipelajari itu tidak ada satupun yang kita temukan di sekolah tempat kita mengajar, maka itu sudah berlawanan dari apa yang kita harapkan. Ketika yang diharapkan tidak sesuai kenyataan, akan ada satu atau lebih permasalahan yang muncul. Sebaliknya, apabila kita dapat memprediksi atau mengira-ngira saja bahwa teori di kampus tidak selamanya terjadi di lapangan, kita punya rencana lainnya untuk menghadapi dan menemukan solslusinya.
Maka, jangan takut untuk mencoba. Apalagi kita sudah menjadi guru bukan berarti kita sudah tahu segalanya. Barangkali kita harus belajar dari pengalaman ketimbang hanya teori saja. Terkadang kita harus melihat kenyataan dari setiap sisi daripada hanya mengandalkan isi buku. Teori penting, tapi praktek lapangan yang akan kita hadapi adalah sesuatu yang lain. Kita sebagai guru butuh pengertian terutama dari diri sendiri bahwa ada beberapa hal yang tidak kita kuasai. Maka pelajari lagi.
Yang dibutuhkan oleh para guru baru atau pemula adalah adaptasi. Beradaptasi dengan lingkungan baru, murid, peraturan dan lainnya. Perlu diingat juga, adaptasi yang dibutuhkan oleh setiap guru itu berbeda-beda baik dari segi cara maupun rentang waktunya. Untuk pihak sekolah, ada baiknya jika memahami situasi dan kondisi yang sedang dialami oleh guru baru. Beri mereka waktu untuk beradaptasi dan membiasakan diri dengan hal baru. Kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sebab itulah yang harus dijalani sebagaimana seorang guru yang telah mengajar di tempat tertentu, tandanya ia sudah siap dengan segalanya yang ada di sekolah. Sedangkan bagi guru yang bersangkutan, sudah seharusnya menyadari kekurangan pada diri sendiri dengan mencari cara untuk menutupi itu. Tetapkan dalam hati ketika kalian para guru telah ditugaskan untuk mengajar di sebuah sekolah atau institusi lainnya, itu berarti pihak tersebut sudah mempercayai kalian dengan segenap kemampuan yang kalian miliki. Maka, bayarlah kepercayaan tersebut dengan bekerja semaksimal mungkin, mencari cara agar mulai terbiasa dengan hal-hal asing pada diri kalian.
- Kesimpulan
Ketika sekolah dan para guru ada rasa saling mengerti, semua akan mudah untuk dijalankan. Sebagaimana sekolah adalah tempat menampung murid dan guru, serta guru adalah sebagai penggerak sekolah tersebut untuk membawanya terus ke depan bersama didikan anak-anak murid yang berkualitas. Untuk mengubah masa depan, awal mulanya adalah mengubah diri sendiri terlebih dahulu. Dan untuk menjalankan sebuah pekerjaan, semua harus dibiasakan agar apa-apa yang menjadi kewajiban dan beban di pundak akan terasa ringan walaupun harus dipikul seorang diri. Sebagaimana guru yang memikul banyak hal sendirian.
Tulisan ini berdasarkan observasi lapangan dari beberapa guru pemula baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada mereka atau curahan hati yang bersangkutan. Serta juga diambil dari pengalaman penulis sendiri.