Impian Yang Pupus
— —
Karna impianku adalah menghibur jiwa yang terobsesi. Aku terus berlatih, menguji kemampuan, berlari mengejar kekuatan untukku akhiri rintangan.
Dan pada akhirnya… aku terjatuh.
.
Masa di mana aku memustuskan untuk berada di sisi sahabatku, menggiring bola ke depan, menghempaskannya ke sudut jaring untuk menciptakan angka… membawa kejayaan.
Masa di mana aku berlari dalam hasrat yang berapi-api… di bawah langit petang ku kukuhkan jati diri untuk menjadi hebat dan terus hebat… demi sebuah pengakuan untukku yang berkaki lemah.
Ku tuntun jalan yang melintang panjang… dalam jarak jauh mata memandang, aku harus terus berlari membawa bola ini. Dan jika aku gagal, para sahabat akan selalu ada untuk membantu.
Masa di mana aku masih berperan sebagai tokoh utama… mereka memberi dorongan agar aku tak pernah takut berhadapan dengan lawan yang tangguh. Mereka mengajariku cara bertarung yang adil.
Aku adalah penggiring bola yang bermimpi menapaki rerumputan hijau di sebuah stadion megah. Dan kampung halaman yang beralas tanah kering dan tandus ini… seakan menjadi saksi betapa diriku terobsesi menjadi yang terbaik.
Dan masa saat aku mesti melawan keraguan… di sinilah aku terhenti dan merenungi diriku yang ragu untuk memutuskan jalan masa depan. Berada di antara pilihan rumit… berada dalam situasi sempit… sebab umur terus bertambah untuk mengarungi dunia.
Tumbuh diriku, mekar semangatku… bersemi jiwaku yang ingin meraih mimpi abadi. Hanya saja, di tengah perjalanan aku terjatuh dan tak pernah menemukan jalan untuk bangkit.
Beranjak seorang anak lelaki yang bercita-cita menjadi seorang pemenang. Aku hanya tak tau caranya berjuang saat terhempas jauh ke dasar kegagalan.
Kini, yang tertinggal hanya sepasang sepatu kusam yang tlah sobek dan berdebu. Bagaikan menunjukkan bukti bahwa aku pernah berada dalam obsesi panjang.
Kini, yang terkenang hanya bayangan diriku sendiri; berlari, melewati hadangan musuh, menggiring bola, dan mencetak gol. Semua itu tersimpan rapi dalam buku kenangan masa laluku.
Kini, aku hanya dapat mengilas balik cita-cita yang sangat ku idamkan itu melalui puisi sajak ini. Seakan kembali merekam jejak-jejak diriku yang berteriak lantang setiap saat mencetak gol.
Kini, hanya senyuman yang dapat ku umbar untuk melihat diriku di masa silam… aku hanya mencoba menghibur jiwa yang dulu terobsesi menjadi seorang pemenang.
Tapi, menjadi seorang pemenang saja tidak cukup. Aku juga mesti siap menjadi orang yang paling gagal. Sebab, bagaimana caranya aku ‘kan menang jika kekalahan tak sanggup ku terima dengan setulus hati?
Dulu, aku adalah pemenang yang gagal. Tapi, akan selalu ada waktu untuk mengubah catatan menyedihkan itu dengan menulis alur cerita yang berakhir dengan riang dan penuh rasa gembira.
Hingga nanti, senyuman abadi terukir sendiri di bibirku bahwa aku sudah terbiasa jatuh.
Dan kebiasaanku yang gagal pada akhirnya akan menuntunku kepada kemenangan… sebab, aku tak pernah ingin menyerah untuk terus mencoba… seperti yang dilakukan oleh sahabatku.
“Saat ini, aku tidak lagi bermimpi menjadi pesepakbola. Aku sudah tak pernah menyentuhnya lagi.”
Sebab, ada cita-cita lain yang sedang ku kejar walaupun butuh waktu lama untuk menyempurnakannya…
-Breaking Reza -