Genjutsu

Puisi

Reza Fahlevi
2 min readJan 12, 2021

Hari itu, di mana aku mencoba menceritakan semuanya pada diriku, tentang apa yang ku lihat dan ku rasakan. Terasa berbeda dan tak nyata. Tapi begitu jelas bayangannya.

Entah sebuah ingatan ataupun hanya aku, yang telah bermain dengan sebuah ilusi. Tak dapat ku terjemahkan, dengan pemahamanku.

Setiap saat ku lihat kau berlalu dari ruangan itu. Seolah meninggalkan warna merah muda mengiringi langkahmu. Seketika menggambarkan betapa indahnya alunan setapak kedua kakimu.

Setiap saat aku berada di sisimu, terbayang jelas apa yang ingin ku katakan. Tentang ungkapan yang masih tersangkut kaku, tapi ku sadari ketika sudah tak lagi sanggup menahannya. kau malah membawaku ke sebuah tempat yang aku pun tak tau pasti apa itu.

Yang di saat aku menatap matamu, seolah menghentikan hitungan detik dalam sekejap. Kau menarikku ke sebuah dimensi yang sulit untuk dicerna. Di mana hanya ada senyumanmu, yang selalu ku lambangkan sebagai kesyahduan murni dari setiap keelokanmu.

Entah dirimu yang menjebakku atau malah aku yang menjebak diri di dunia itu, kini aku berada tepat di hadapanmu untuk ku berikan suara sajak puisiku, tentang ungkapan yang telah terkurung selama bertahun-tahun.

Tapi aku suka bermain dalam ilusi. Di mana mudah saja bagi kebenaran hati untuk menuangkan dirinya ke dalam sebuah wadah. Tanpa ragu dan takut, tanpa perlu menghabiskan banyak waktu. Hanya saja, ilusi ini tak kunjung berubah menjadi nyata.

Maka rindu yang tersengat di balik kalbu, rasa yang perlahan menggetarkan nadi, terus melukis bentuk senyuman serta kedua bola matamu. Aku terjebak sebab ku kira kini ada candu yang menetap di balik hatiku.

Dan jika ada satu ungkapan yang ingin kau perdengarkan, jangan biarkan waktu melangkahinya. Karna aku di sini selalu bertanya-tanya,

Di saat orang-orang menjelmakan ratu mereka bak bunga, matahari ataupun bintang. Aku hanya cukup memanggil namamu saja, karna sudah begitu indah untuk diucapkan dari hati melalui lisanku.

Engkau masih berupa ilusi, maka ku biarkan saja dunia fiksiku tercipta dengan sendirinya. Jika sewaktu-waktu nanti dapat berubah menjadi kumpulan bait doa, sungguh Tuhan selalu tau rahasia di balik cahaya kalbu.

Engaku telah terlukis kembali di dalam buku harianku, walau tak lagi sama seperti sedia kala.

“Kita telah menjelma menjadi lebih dewasa sejak saat itu, Awsya.”

— breaking reza

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet