Dua Wajah

Reza Fahlevi
2 min readOct 19, 2022

--

Alur ceritanya terjun bebas begitu saja… tak pernah ku harapkan akan menjadi seperti ini, tidak juga kuperkirakan akan mengalami satu hal buruk ini.

Semua berjalan kacau hingga hatiku hampir saja meledak dari dalam. Goncangan demi goncangan, emosi demi emosi, perasaan gundah yang tidak tertahan… seakan kebaikan-kebaikan lama terhapus hanya karna satu kesalahan terjadi.

Tapi kini ku sadari, aku masih hidup bersama ego. Sukar ku kontrol naik turunnya perasaan yang sewaktu-waktu dapat berubah tanpa ku pinta.

Seharusnya ku ceritakan nasib kehidupan yang terombang-ambing tak jelas ini. Tapi aku takut jikalau tak ada orang yang memahaminya.

Seharusnya ku katakan bahwa aku hidup bersama kekurangan yang bersemayam di dalam kalbu… tapi tidak semua orang ingin peduli.

Semua ingin diperhatikan tapi terkadang menolak untuk memperhatikan orang lain.

Semua ingin dimengerti tapi enggan peduli kepada kehidupan orang lain.

Dan ketika aku menolak satu kali, semua kesalahan timbul untuk dikorek sedalam-dalamnya. Semua hanya untuk menyalahkanku.

Dan mereka mempermasalahkan diriku tanpa sedikitpun peka terhadap kesalahan diri sendiri.

Mereka terus berperan seolah-olah menjadi orang yang paling tersakiti… namun tak pernah sadar bahwa lisan tajam yang terlontar dari mulut-mulut yang tidak bertanggung jawab itu begitu mengiris perasaan.

Kekacauan ini membuatku seakan tak berdaya. Ku alami dalam sedetik namun bekasnya terus terasa berhari-hari.

Kemudian aku berpura-pura berlagak baik-baik saja… mengumbar senyuman memberi candaan, bercerita tentang impian. Semua ku lakukan untuk mengobati luka irisan ini… aku mencoba menyembuhkannya seorang diri.

Kini aku diam bukan berarti aku tidak melakukan apa-apa. Aku diam sebab tak ada gunanya mengeluhkan hal-hal yang telah atau bahkan yang sedang terjadi.

Aku terus melewati hari-hari yang semakin lama semakin terasa berat. Ku pikul seorang diri dengan menyembunyikan tangisan di dalam ruang sunyi. Ku sembunyikan luka ini agar orang tidak menganggapku lemah.

Tapi apa…? Kenyataannya aku memang lemah dan tak mampu berbuat banyak untuk mengubah situasi ini menjadi sedikit normal. Yang dapat ku lakukan sekarang adalah pasrah sambil berdoa… barangkali Tuhan memberiku jalan keluarnya nanti.

Dan satu hal yang pasti kenapa aku masih juga bertahan meski mereka terus menggunjingku di belakang… itu karena mereka yang bermuka dua bukanlah contoh untuk diriku meniru… aku punya prinsip untuk menjalani alur kehidupan versiku sendiri.

Dan kenapa aku tetap terus berpegang teguh meski terkadang ku rasa sebagian orang terlalu kejam dan tak adil? Itu karna aku punya Tuhan… tempatku berharap… tempatku memohon ampun.

Barangkali mereka tak ingin memahami kekuranganku dan terus menganggapnya sebagai keburukan yang menjijikkan.

Aku adalah sosok yang berprasangka positif… karna aku berbeda dari mereka.

Namun tetap saja, kesalahan yang terjadi seakan adalah dosaku seumur hidup.

Yang perlu kau ketahui adalah… aku masih baik-baik saja di sini meski jantungku telah tertikam pisau lisan yang mereka gunakan untuk menggunjing aibku dari belakang.

Karna Tuhan melarang pembalasan dendam, maka ku pasrahkan semua ini. Aku tak dapat berbuat banyak sebab apapun yang ku lakukan akan terlihat salah di mata mereka.

Sesederhana itulah mereka menilai.

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet