Seketika aku dikejutkan dengan hadirnya dia tepat di hadapanku. Baik aku dan dirinya saling menatap dalam beberapa detik. Lalu aku seolah terbawa dalam perasaan, seakan waktu berhenti sejenak. Memerhatikan gadis yang sedang jauh berada dalam kendali ilusi pikiranku.
Adalah aku kemudian mengetuk pintu hati. Selama tatapannya masih berada di garis lurus pandangaku, ku coba alihkan warna cerah dari balik pancaran bola matanya. Tapi sesaat ku sadari, aku tak mungkin bisa berlalu dari indahnya cahaya itu.
Terasa seperti candu. Aku ingin menatapnya lama. Ku biarkan saja ia seperti itu karna aku suka. Dan tak ku hiraukan ia ingin mencari tahu, aku kini terlalu masuk dalam pesona keindahan. Yang semua itu berasal darinya.
"Haikal... Haikal..."
Suara merdu itu hanya semakin membawaku melayang. Mala memanggil namaku? Yang benar saja?
"Oh ya, maaf. Gimana? Aman?" Tanyaku.
Mala baru saja kembali dari swalayan. Ku lihat ia memegang kantong plastik hitam yang tak ku ketahui apa isinya.
"Amanlah. Nih..." sahut Mala sambil memberikan es krim coklat padaku dari dalam plastik tadi.
"Ohh, tau aja aku suka es krim. Gak ada yang vanila ya?"
Sebenarnya aku lebih suka rasa vanila ketimbang coklat.
"Ada nih, tapi gak boleh. Duluan aku."
"Lah..." aku bingung.
"Heh, aku yang beli, jadi suka-suka aku dong..."
Aku tertawa sambil mengangguk.
Hari ini memang agak panas, gerah juga. Cocok untuk mencicipi es krim. Apalagi berdua dengan Mala, rasanya lebih spesial. Aku memang sudah lama menyimpan rasa terhadap gadis ini. Entah dia tahu ataupun tidak, aku tak pernah mencari kebenarannya ke arah sana.
Tapi terkadang gerak gerikku mencoba untuk memberikan kode padanya, bahwa aku menganggapnya lebih dari sekedar teman. Tak dapat ku pungkiri, semakin hari, aku ini seakan malah semakin memikirkannya.
Di kampus pun, aku sering mencuri-curi pandang. Sesekali ia menyadari tingkahku ini. Dan cukup hanya dengan balasan senyumannya itu, sudah meluluhkan aku untuk terjebak dalam bayangannya.
Mala bagiku manis, apalagi setiap saat ia menatapku dalam. Ia sering melakukan itu ketika kami sedang ngopi bareng di kantin. Entah apa maksudnya, tapi aku malah suka dia seperti itu.
"Haikal, jam berapa sekarang?"
"Dua kurang," jawabku.
"Tugas pak Said udah siap kan?" Tanya Mala.
"Udah dong, aku kan rajin... kamu sendiri?"
"Udah dong, aku kan rajin..." Mala malah mengikuti cara ku menjawab pertanyaannya tadi.
Kami berdua duduk di bawah pohon rindang, tak jauh dari pustaka kampus. Sesekali ku tatap Mala yang sedang asik dengan es krim nya. Tak luput juga ia lalai dengan sosmed di hape-nya. Dalam hati aku ingin berkata,
"Mala, kamu itu rupanya memang betulan cantik..."
Ya, apa boleh buat, aku belum berani mengungkapkan perasaanku kepadanya. Mungkin kurang nyali pun benar juga. Karna itulah, aku hanya bisa memendam perasaan ini dan lebih mengaguminya dalam diam. Setidaknya, sudah berjumpa dengannya, meluangkan waktu bersamanya, bercerita hal-hal yang tak penting berdua, sudah membuatku merasa lebih baik.
"Gerak yuk, bentar lagi masuk nih..." ujar Mala sambil memasukkan hape-nya ke dalam tas kecil berwarna pink.
Aku mengangguk. Sambil memasukkan novel yang ku baca tadi ke dalam ransel. Sejak dari tadi aku memang membaca buku "A Piece of Heaven" ini ketika menunggu Mala balik dari swalayan.
Tak lama setelah itu,
"Mala, aku mau minta maaf."
"Maaf kenapa?"
"Selama ini aku udah nyimpan rasa ke kamu. Aku sebetulnya suka sama kamu, sejak dulu."
Mala terkejut, mungkin ia tak menyangka aku akan mengatakan ini. Tapi, aku terus melanjutkan,
"Jangan tanya kenapa. Tapi jujur aku memang suka kamu. Setiap kita duduk bareng, aku ngerasa nyaman aja gitu bisa luangin waktu sama kamu, bercanda bareng..." jelasku.
"Yaa, aku sih gak maksa kamu untuk harus ini atau itu. Makanya, aku minta maaf karna gak bilang-bilang udah nyimpan nama kamu..." Lanjutku lagi.
Mala yang awalnya hanya menatap ke bawah, kini mulai melirik ke arahku. Ia tersenyum, dan wajahnya sedikit memerah saat itu.
Aku pun juga membalas senyumannya, seakan kini kami sudah saling mengerti apa yang ada di balik hati kami ini. Dan tak lama kemudian, baik aku dan Mala kini malah salah tingkah. Ku lihat wajahnya semakin memerah. Dan mungkin, wajahku juga demikian.
Cerpen ini juga telah diterbitkan di breakingreza.blogspot.com