Di Waktu Sepertiga Malam, Aku Memohon
“Hilang arah tujuan. Tersesat dalam cahaya kegelapan. Aku berjalan menelusuri hutan mengerikan. Jatuh. Terjatuh dan terseret ke dalam jurang. Curam. Sepi. Menakutkan. Tapi hatiku terus mendorongku perlahan. Semua agar, aku tak pernah menyerah dan putus asa.”
Saat ia selesai mendaki sebuah bukit yang terjal. Kini, ada sebuah gunung yang tinggi menanti. Yang puncaknya dingin tak tertahankan. Yang udaranya kian membuat sesak di dada. Dia terhenti memandangi nasibnya di masa depan. Menitikkan air mata harapan.
Dosakah ia jika terus melangkah? Maju ke depan tanpa tau rintangannya. Terus bergerak tanpa memahami alur ceritanya. Dan saat ia terhenti di belakang koma, terlihat air mata tanpa pernah berhenti membasahi wajahnya.
Salahkah ia yang ingin mencoba? Ada sebuah perjuangan di depan untuk dirasakan sentuhannya. Ketika kakin mulai menyentuh lembah gunung itu, saat itu pula dalam hitungan detik, pandangannya beralih pada melihat sosoknya yang terpuruk tak berdaya.
Seakan sirna terhadap semua usaha yang ia lalui. Cita-cita masa kecil yang penuh warna-warni harus berubah menjadi hitam pekat karna lika-liku kehidupan.
Dari setiap harapan yang tersisa, masihkah ada secercah cahaya di hatinya untuk terus melanjutkan perjalanan yang melelahkan ini? Mungkin secuil kata-kata motivasi untuk sekedar menghibur dirinya yang telah terlanjur berlutut menyerah.
Ini adalah kisah perjuangan seorang pelajar. Ia rela menempuh ribuan kilometer untuk dapat meraih apa yang diinginkannya. Ia tak peduli begitu lelahnya tubuh yang tak lagi seperti dulu. Paksa dan memaksa. Ia membatin dan menangis.
Saat matanya menatap arloji, terlihat semua sirna dan tak ada gunanya. Kian hari semua harapan berlalu sia-sia dari bola matanya. Tiap detik serpihan bayangan meninggalkannya seorang diri. Karna ia gagal menjemput ilmu di atas sebuah puncak gunung tertinggi.
Oh, menangislah sejadi-jadinya. Karna yang berlalu tak dapat diulang. Maka sudah seharusnya ia benamkan apa-apa yang dapat membuatnya merasa tak berguna.
Kini para teman datang menghampiri hanya untuk mengujar cacian dan bully-an. Tidak ada batasan dan ampunan. Seolah dunia terlihat kejam baginya yang sedang meraih harapan.
“Aku lelah akan semuanya. Tinggalkan aku, biarkan seorang diri. Biarkan hati-hari membawaku kepada sebuah tempat yang mana aku tak mengenalinya sama sekali. Aku menyerah untuk saat ini.”
Kenapa?
Semua cercaan tak kuat baginya menghadapi kenyataan. Setiap umpatan melemahkan batinnya untuk terus mencoba. Setiap amarah kian membakar semangat juangnya. Kini apakah ia benar-benar telah berakhir?
“Iya benar, ia telah berakhir. Bahkan jauh sebelum kau datang menghampirinya dalam cahaya kegelapan. Ia telah menutup lembaran harapannya. Tapi jauh di dalam lubuk hatinya, masih ada secercah cahaya yang senantiasa bersamanya. Hingga saat sepertiga malam ia meluangkan waktu hanya untuk menumpahkan air mata dihadapan Tuhan. Meminta agar ia mampu menerjang badai dan menjemput ilmu di puncak gunung, sebagaimana itu adalah cita-citanya.”
Maka, tak ada seorangpun yang tau isi hatinya saat ia menangis dalam bayangan. Hanya memohon, berharap, dan kembali kuat. Ia merengek sejadi-jadinya di hadapan Tuhan.
“Aku melihatnya bangkit dan mulai berdiri. Aku melihatnya memaksa tuk kembali berjalan. Dan aku melihatnya kini mulai berlari lagi. Sekarang ku yakin, apa-apa yang telah ia lampiaskan pada Tuhan di setiap malamnya, kaki dan tangannya menjadi kuat kembali. Beriringan dengan hati baja, aku tau ia takkan menyerah.”
Dan ia pun menerjang dengan rasa sakit dan cacian yang ia terima, namun Tuhan telah membuatnya lebih kuat dari sebelumnya. Tanpa ia sadari kini hanya tinggal selangkah lagi untuk mencapai puncak gunung tertinggi, yang dingin menusuk kulit.
“Kau tau, setelah ribuan kilometer ia menempuh, dengan cucuran keringat dan air mata. Dari setiap cacian dan ejekan. Semua yang menganggapnya remeh tak berguna. Kini ia menjawabnya dengan hasil yang nyata. Kini ia meraih impiannya dengan ukiran senyuman bangga.”
“Apa kau tau kenapa ia begitu tangguh menghadapi semua rintangan ini?”
“Tentu, itu karna ia tak pernah berhenti melawan kelemahannya sendiri. Karna ia memaksa dirinya untuk belajar dan berusaha. Dan karna ia tak pernah ragu akan kekuatan doa yang selalu ia lantunkan di saat sunyinya malam.”
Segalanya yang telah ia lalui, segalanya yang telah ia capai, dan segalanya yang akan ia jelajahi nanti. Kini dirinya telah lebih pantas mendapatkan apa yang telah ia usahakan.
Melebihi apapun, beginilah cara ia membungkam mereka yang telah mencacinya, mem-bully-nya, merendahkannya, dan menganggapnya tak berguna. Satu-satunya yang ia lakukan adalah, berlalu dari mereka dan kembali percaya pada dirinya sendiri.
Percaya pada Tuhan, karena setiap alur kehidupannya, ada sesuatu yang akan dihadapinya. Itu semua hanya untuk membuat dia menjadi lebih kuat dan hebat.
Karna orang hebat takkan pernah mengeluh akan terjangan badai. Orang hebat takkan merengek sambil bertanya-tanya ‘kenapa’. Orang hebat, takkan mudah menyerah dan putus asa.
Dan karna orang yang hebat akan terus mencoba dan mencoba. Dengan hati terus memohon pada Sang Kuasa. Maka dengan sendirinya batin yang kuat kembali terlahir. Dan akhirnya merasakan apa-apa yang telah dikejar dan diharapkan. Begitulah orang hebat. Dan ia adalah salah satu dari orang-orang itu.
“Sekarang ia telah berada di puncak gunung. Apa kini ia telah menggapai semuanya?”
“Ia baru mencapai beberapa dari sekian banyak impian dalam hidupnya. Tunggu saja sesaat lagi, bab baru dalam perjalanan meraih impiannya akan kembali dimulai.”
“Dan apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Simak saja alur ceritanya sambil meneguk secangkir kopi ini. Kita sudah seharusnya percaya terhadapnya. Ia telah lebih kuat tuk menghadapi segala rintangan yang ada. Aku percaya, kita harus percaya. Karna dia adalah teman.”
Saat satu hari awan bersinar jingga, indah dan mempesona. Aku akan mengajak bayanganku bersama untuk duduk di pantai sambil menikmati alunan ombak yang syahdu.
Akan ku ceritakan pada bayanganku tentang semangat juangnya dalam menggapai mimpinya. Di saat lika-liku kehidupan menghitamkan semua arah jalannya. Saat harapan terlihat berakhir sia-sia. Saat cahaya hati perlahan kian padam. Ia tak pernah ingin menyerah dan memilih tuk terus berjuang dan mengetuk pintu langit.
“Begitulah sahabatku mendaki sebuah gunung yang tinggi. Kini, apa kita mampu melewati rintangan seperti dirinya?”
“Di kala awan mendung, berubah menjadi hitam pekat. Beriringan dengan cahaya kilat dan hantaman petir. Dunia terlihat seakan menangis karna kelelahan. Tapi tak lama setelah itu, awan kembali putih, bersinar beriringan dengan cahaya perkasa mentari. Maka dunia terlihat bahwa ia telah siap melewati rintangan yang ada. Seperti itulah perjuanganku dalam meraih mimpiku. Ku lampiaskan kegagalanku dalam air mata. Ku adukan setiap jeritanku kepada Tuhan. Dan setelah semua itu, aku tau harus kembali berusaha. Karna aku diajarkan tuk terus belajar dari setiap kegagalan. Mencoba hingga akhirnya meraih apa yang ku impikan.”
Maka, jangan pernah berputus asa.
Puisi ini mengisahkan tentang perjuangan seorang teman pengarang saat ia hendak melanjutkan karir pendidikannya di sebuah perguruan tinggi. Ia memulai segalanya dengan kegagalan. Tapi semangatnya berhasil membuatnya bangkit hingga pada akhirnya ia berhasil menyelesaikan studinya dengan predikat cumlaude.
~Breaking Reza