Di Tengah Kota Mafia
— —
Dengarlah sepintas tentang diriku yang tersesat di sebuah kota, tertegun melihat keindahan yang dimiliki, tak habis pikir betapa banyak rahasia tersembunyi di baliknya.
Mengilas balik di hari-hari hujan, jaketku terlalu tipis menahan hawa dingin dalam kabut. Tak sedikitpun dapat ku lihat warna matahari senja di langit.
Di kota ini aku singgah, berteduh dan berbincang dengan orang asing. Dia menatapku bak seorang pencuri, ku balas dengan hasutan dalam hati.
Apa yang dikatakan merupakan kepalsuan, hingga kini mereka hidup dan bekerja, mencari upah untuk keluarga… semua dengan cara apapun asalkan mereka mendapatkannya.
Uang bukan masalah, tapi kesetian untuk menjadi “siapa” adalah yang utama. Hidup dikelilingi para bandar mafia, aku mulai mengerti sedikit.
Seakan kacau balau di kota ini sudah biasa, mereka merampas milik orang lain, sebab apapun yang tampak, dalam hitungan detik akan menjadi hak milik, tak peduli dengan cara lembut atau kasar sekalipun.
Di pagi hari, anak-anak bersekolah, para mahasiswa berkuliah, dan orang dewasa umumnya bekerja. Bahkan para tentara melakukan tugas sebagaimana mestinya. Dan ketika malam datang, semua berubah menjadi liar.
Jalanan seketika sepi, pemilik toko bergegas menutup pintu, rumah-rumah terlihat sunyi senyap, semua tak ada yang berani berbicara dengan suara lantang. Sebab, kriminal akan menjadi aksi di malam hari.
Dari yang kecil dan besar, semua punya geng masing-masing. Siapa yang terkuat, itu yang akan menjadi pemenang. Dan mereka yang takut, lebih baik tak perlu ikut campur.
Karna malam terasa lebih panjang dari siang, dimulai pukul sepuluh nol-nol, satu persatu jeritan akan menjadi irama pengiring tidur, membawa mimpi buruk sebelum terbitnya matahari.
Yang melewati jembatan seorang diri, bersiaplah untuk babak belur. Itupun jika kau selamat dan para mafia itu sedikit punya belas kasih.
Kegiatan “tukar menukar” sudah menjadi tradisi. Sabu — ganja adalah transaksi yang di paksa halal-kan. Semua karna uang, semua karna harta, semua untuk bertahan hidup.
Ku katakan sekali lagi, jangan coba-coba menjadi pahlawan, sebab kau tak mengerti alur cerita yang mereka sukai. Duduk saja di rumah, atau jika tak sanggup, masuklah ke kamar dan balut dirimu dalam selimut tebal.
Ku katakan demikian, sebab pihak berwajib pun menjadi salah satu pemeran antagonis di situ. Mereka suka memeras, mengambil hak orang untuk kepentingan pribadi.
Seakan tak ada puas-puasnya, harta itu menjadi segalanya untuk diperebutkan. Mereka bagaikan seekor babi yang rakus, akan terus berlari demi mendapatkan apa yang menjadi nafsu.
Dan jika kau memilih untuk menetap di kota itu, berkawanlah seolah-olah kau punya sebuah geng yang hebat. Itu agar mereka segan padamu, agar mereka mengakuimu sebagai seorang pemberani.
Ada titik-titik darah di jalanan malam, tak perlu dicari tau penyebabnya. Ada aura jahat yang memberi tusukan, kau akan dibuat tak betah untuk bertahan selama mungkin di sana.
Tapi tak mengapa, dunia mafia terkadang memang harus ada. Dari situlah kita dapat mengambil kesimpulan, cara seperti apa yang seharusnya mesti dilakukan untuk berinteraksi dengan sesama.
Jika kau pikir kehidupan mafia terlalu kasar dan amburadul, maka janganlah dikau terikut arus itu.
Tapi jika kau pikir para bandar itu melakukan hal yang lumrah, aku tak tau harus berkata apa terhadap sudut pandangmu.
Namun tak perlu khawatir, karna mereka juga manusia. Hanya saja caranya hidup terlalu berlawanan untuk saling berbagi dengan cara yang benar. Kau tak seharusnya terjerumus.
Kota yang teduh di paginya, berubah menjadi berdarah di malam hari. Masyarakat yang ramah di siang hari, menjadi liar tepat pukul sepuluh malam.
Dan sejauh ini aku melajukan sepeda motor dalam hitungan kilometer per jam, barangkali ku pikir cukup benar diriku tak ingin ikut campur di kota asing yang bukanlah asal-usulku.
Biarkan penduduk asli bercerita, aku akan tetap mendengar. Jika menjadi mafia adalah sesuatu yang mereka banggakan, aku hanya mencoba memahami perasaan tersembunyi yang ada di dalam hati mereka.
Karna di balik kejahatan, masih ada jiwa malaikat yang tertinggal. Begitulah manusia hidup di tengah roda yang berputar.
— breaking reza