Di Puncak Tertinggi, Aku Masih Berharap

Reza Fahlevi
3 min readJun 13, 2021

--

Puisi

Bersama embun pagi, membawaku merasakan apa yang telah berlalu. Semua ingatan yang telah terkunci rapat-rapat, kini tebuka begitu saja.

Ku dengungkan suara sepeda motor, mengantarku ke ujung persinggahan. Di sebuah puncak ku renungi apa yang telah terjadi… ada banyak kenangan pahit manis di benakku.

Mengutarakan kata-kata penyemangat, saat matahari terkadang bersembunyi di balik kelabunya awan di atas. Mencoba melindungiku dari teriknya keperkasaan cahaya hari.

Aku membawa sejuta harapan, dari setiap perputaran roda di atas karpet aspal hitam, mengilas balik masa lalu bersamamu walaupun aku tak ingin.

Wanita yang dulunya pernah memanggil namaku, seorang gadis yang pernah memuji penampilanku, teman dekat yang tak pernah bosan menghabiskan waktu sambil bercerita hal-hal yang tak penting.

Kau pernah ku simbolkan sebagai sebuah lambang penyemangat hari-hariku. Juga pernah ku benamkan bayanganmu hanya karna kau berbeda haluan dariku.

Saat jalan yang kau pilih adalah bersama seseorang yang telah menganggapmu terlihat lebih hebat, aku semakin jauh dari radar batinmu.

Saat pilihan yang kau tuju adalah membalas perasaan seseorang, aku terhenti menjejaki tapak di belakang koma.

Saat kau memilih untuk hidup bersama lelaki yang telah mendaratkan cinta, aku harus menamatkan lebih awal kisah tentangmu… yang telah terbit saat kita berada di jalan Hamzah.

Tapi entah mengapa, denyut jantungku berkata aku harus kembali padamu untuk menepati sebuah janji lama,

“aku yang akan melanjutkannya”

Dan ketika ku coba ikuti perintah hati, aku malah semakin terjebak dalam jeruji harapan tak berkepastian, sebab yang ku lihat hanyalah ukiran cerita, berkisah tentang dirimu dan lelaki itu.

Berandai pun aku hanya semakin membekukan asa, tak sanggup untuk menahan beban rasa yang sebenarnya ingin berlabuh padamu.

Kini, dalam perjalananku mencari, ku titipkan namamu pada Tuhan. Ku titipkan ruang rindu ini agar nanti jika kakiku atau hatimu melangkah kembali kepada kebersamaan, kita dapat kembali bersuara melampiaskan segala perasaan yang terjepit ini. Tapi, entah pun itu akan terjadi…?

Pelabuhan hatiku padamu, dan kau menaburkan cinta pada seorang kekasih.

Ingin aku pergi tanpa meninggalkan sedikitpun benci,

ingin aku berlalu agar kau bahagia.

Saat ku coba pahami alur hatimu, aku juga harus mengerti rasa yang terpendam ini.

Saat ku khayalkan dirimu dalam sanubari, aku juga membakar segala kegelisahan yang bermain peran.

Semakin aku menahannya, semakin aku berlagak hebat, semakin aku berdiam dalam luka, semakin aku mengagumimu dari bait tersirat, semakin…

semakin engkau berada jauh dari garis lurus milikku.

Kini aku melengkung, mencoba menghibur diri.

Kisah yang seharusnya ku mulai sejak kita saling menatap di jalan Hamzah itu, seharusnya cintaku ini sudah berlabuh tepat di hatimu.

Bersama kenangan yang tersimpan rapi, bersama bayanganmu yang terus hidup dalam dunia ilusiku.

Aku ingin memilikimu,

Saat kau telah berlabuh dalam dekapan si pemilik hati lainnya

Aku ingin mencintaimu

Saat kau telah memilih mesra dengan lelaki bernama itu

Dan… aku ingin terus bersamamu, saat dirinya semakin bergairah untuk memelukmu

Haruskah aku mempertahankanmu?

Bahkan saat kau telah ratusan kali bercumbu dan bertukar ciuman dengan kekasih pilihanmu.

Keterlambatan waktu yang singgah, menghempaskan jauh kisahku denganmu. Kini mungkin semakin berdebu dan memudar… tertinggal kenangannya di ujung persimpangan jalan Hamzah itu.

Sebuah jalan yang telah membawa langkah kita berada dalam satu pertanyaan tentang rasa yang tersembunyi di balik sanubari; milikmu dan milikku.

15 May 2021

Saree, Aceh Besar

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet