Dalam Buku Harian Jimmy

Prolog 3

Reza Fahlevi
4 min readMay 22, 2024

Tahun 1994, di daerah pelosok Jepang

— —

Ini hari kedua Khalid berada di daerah yang sering disebut dengan Kiri no Mori; sebuah desa terpencil yang terletak di salah satu dataran tinggi Jepang. Meski disebut dengan Kiri no Mori, namun sebenarnya nama desa itu tak ada yang mengetahuinya secara pasti. Disebut demikian karena tempatnya yang hampir setiap saat berkabut, serta juga memiliki cuaca dingin — lumayan ekstrem.

Kiri no Mori yang kini Khalid tempati dulunya dikenal sebagai salah satu markasnya para Ninja, selain yang ada di daerah dataran Iga. Di tempat berkabut itulah eksis shinobi-shinobi untuk melatih kemampuan mereka. Meski Ninja sebenarnya sudah tidak ada lagi, namun ada beberapa yang masih tetap eksis — mereka berasal dari beberapa kelompok pecahan Ninja di masa lalu yang kemudian membentuk komunitas kecil.

Komunitas itu lantas berkembang dan menyebar di berbagai belahan dunia secara diam-diam. Mereka yang tergabung ke dalam kelompok-kelompok itu merupakan agen rahasia. Misinya masih mirip seperti misi Ninja pada umumnya, yaitu menjadi mata-mata untuk menangkap setiap mafia yang ada di belahan dunia. Entah itu dari kalangan mafia biasa atau bahkan sampai dari kalangan pejabat, jika kelompok-kelompok tersebut mendapat tawaran untuk dimintai bantuan menangkap mafia, maka mereka pun pasti akan bergerak.

Oleh karena kehadiran komunitas itu serta dibersamai dengan misi yang cukup rahasia, hal itu membuat desa Kiri no Mori sangat tertutup. Terhitung hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahuinya.

Desa Kiri no Mori sendiri bahkan tidak ada dalam peta dunia. Jadi, lokasinya pun seakan-akan bagaikan bayangan di balik kabut tebal. Hanya mereka yang punya tujuan khusus yang dapat menapakkan kaki di sana. Itupun harus dengan berbagai persyaratan yang ada. Jika tidak, maka untuk sampai di daerah perbatasannya saja mustahil untuk dijangkau.

Saat ini, sudah ada setidaknya 10 kelompok yang sebagian besarnya berisi dari pecahan Ninja. Selebihnya, mereka merupakan orang baru yang sengaja datang untuk bergabung ke dalam misi komunitas tersebut, seperti salah satunya Khalid.

Khalid sendiri datang dari negeri yang cukup jauh dari Jepang; ia berasal dari kota Banda Jivah, kota yang juga terkenal dengan para mafia. Mereka tidak hanya nakal dan berbahaya, tapi juga cukup ditakutkan. Tidak sembarangan orang bisa berhadapan dengan mereka, tidak terkecuali para polisi.

Maka, jelas bahwa untuk memusnahkan mereka dari kota Banda Jivah, dibutuhkan orang-orang yang cukup mumpuni; tidak hanya hebat secara kemampuan, tapi juga memiliki mental baja. Hal tersebut dikarenakan para mafia di kota itu tak mengenal yang namanya rasa kasihan. Jika ada yang tak ingin menuruti kemauan mereka, maka pilihannya hanya satu, yaitu mati.

Khalid paham terhadap sikap mafia-mafia di kotanya. Dan lagi, dia bukanlah anak “kemarin sore” yang baru menghadapi para bandit itu. Sejak dirinya masih duduk di bangku SMA, ia sudah beberapa kali berhadapan dengan mereka.

Hanya saja, Khalid menyadari ada satu kelemahan yang selama ini masih menjadi batu sandungan, oleh karena itu dia memutuskan untuk mendatangi desa Kiri no Mori. Semua bukan merupakan kebetulan belaka — Khalid yang sudah beberapa kali berhadapan dengan bandit-bandit, secara otomatis membuatnya juga terhubung dengan beberapa polisi di kota Banda Jivah. Dari beberapa polisi itu, setidaknya ada dua dari mereka yang pernah berguru di daerah pelosok Jepang tersebut. Jadi, ini semua sudah seperti tali yang saling sambung menyambung. Selepas kematian dua polisi tersebut, hanya Khalid yang punya potensi besar untuk menggantikan sosok keduanya.

Lantas, di daerah terpencil ini, Khalid diarahkan untuk berguru langsung kepada seorang pria yang biasa dipanggil Tuan Hatake. Ia laki-laki yang sudah cukup berumur, namun demikian fisiknya masih sangat luar biasa.

Selain itu, Tuan Hatake juga merupakan mantan pemimpin Ninja, dan sudah menyelesaikan berbagai macam misi berbahaya di masa lalu. Dialah orang yang menendang dada Khalid sampai laki-laki itu menderita kesakitan hingga saat ini. Adapun kejadian tersebut terjadi tepat ketika Khalid baru saja tiba — ia langsung mendapat serangan brutal sebagai ucapan salam.

Tepat di saat waktu Subuh, Khalid melaksanakan salat. Setelah itu, ia menanggalkan baju lalu berjalan keluar dari dalam sebuah ruangan, tempat dirinya tidur. Sambil melangkah dengan perlahan-lahan, ia menatap ke sekitar di mana di sepanjang dirinya berjalan, berjejer para laki-laki bertubuh kekar. Sorot mata mereka cukup bengis dan sama sekali tidak mengumbar senyuman. Dan mereka semua terus menatap Khalid sepanjang dirinya berjalan.

Khalid lalu menuruni anak tangga — ketika dia telah menginjakkan kaki ke lantai dasar, lelaki ini langsung bersua dengan Tuan Hatake. Di hadapan sang mantan pemimpin Ninja itu, Khalid segera membungkukkan badan sebagaimana yang dilakukan oleh orang Jepang pada umumnya.

“Selamat datang di rumah…” gumam Tuan Hatake dalam bahasa Jepang.

Khalid kemudian menegakkan badannya — di sisi lain, Tuan Hatake menjulurkan tangan kanan dan bersalaman dengan lelaki belia itu.

Lalu, Tuan Hatake melanjutkan, “sejak awal kau tiba ke sini, aku sudah melihat semuanya, termasuk tekad serta prinsipmu. Jadi, aku tak perlu lagi mengajarimu dua hal itu. Tapi, sebelum kita memulai latihan panjang, ku tanyakan sekali lagi… apa kau siap dengan semua resiko yang akan kau dapatkan?”

Khalid menghela napas sejenak, kemudian menjawab, “sejak awal aku sadar… diriku datang ke Jepang bukan untuk liburan — tapi untuk mendapatkan luka yang belum pernah ku dapatkan.” jawab Khalid dengan suara tegas.

Jawaban lelaki itu membuat Tuan Hatake tersenyum cerah.

“Kalau begitu…” lanjut sang mantan pemimpin Ninja itu, “sedikit lagi kau akan menjadi bagian dari kami. Untuk mendapatkannya, kau harus melalui berbagai macam latihan. Sudah siap?”

Khalid lantas menanggapi pertanyaan Tuan Hatake dengan anggukan.

“Baiklah…” kata Tuan Hatake sembari membalikkan posisi tubuhnya dari hadapan Khalid, “latihan pertama adalah pengendalian emosi. Sekarang, ikuti aku.”

Tuan Hatake pun berjalan yang juga diikuti oleh Khalid di belakangnya.

--

--