Jadi apa yang sudah kamu rasakan hari ini? Apa yang sudah kamu dapat hari ini? Hari ini… kamu kehilangan apa? Lalu, apa Kamu Bahagia?
Coba bertanya pada dirimu sendiri, sudah berapa sih usiamu sekarang? Coba hitung dari masa kanak-kanan sampai saat ini… berapa banyak kamu tertawa dan berapa banyak kamu sedih? Jika terlalu sulit, coba mengilasnya dengan cara ini, “kamu seringnya bahagia atau sedih?”
Ketika sudah bertanya, cobalah untuk dijawab sendiri sejujur-jujurnya. Tak apa, tidak ada orang lain yang mendengar jawabanmu sebab kamu bertanya dalam hati… yang tahu hanya dirimu sendiri. Jadi jangan canggung, jawab saja dengan jujur sampai hati paham kondisimu saat ini.
Ketika sudah menjawab, coba resapi jawabannya apakah sudah sesuai dengan keinginanmu selama ini atau malah berlawanan. Coba rasakan setiap kata dari yang kamu jawab itu apakah kamu puas dengan jawaban dirimu atau malah tidak.
Jika jawabannya sesuai dengan keinginan hati dan kamu merasa puas… coba katakan dalam hati satu kata syukur lalu tersenyumlah… lihatlah dirimu sendiri yang tersenyum di hadapan cermin. Lihat, perhatikan, dan resapi sikapmu itu. Begitulah kebahagiaan yang bisa kamu rasakan.
Tapi, jika jawabannya berlawanan dari keinginanmu dan kamu sama sekali tidak puas, coba katakan satu kata syukur dari dalam hati kemudian tersenyumlah di hadapan cermin. Lihatlah dirimu sendiri yang termyata masih bisa tersenyum meski situasi dan keadaan tidak sinkron dengan harapan. Begitulah kamu bahagia di balok situasi bersedih.
Bertanya pada diri sendiri itu perlu sebab karaktermu, sifatmu, serta perasaan hatimu… itu semua hanya kamu yang benar-benar tahu. Ketika kamu sendirian, tak ada seorang pun di samping… di situlah sifat aslimu muncul. Kamu akan berkata sesuatu yang tidak kamu katakan di hadapan orang lain, kamu akan merasakan satu perasaan yang tidak kamu ungkapkan kepada orang lain, dan kamu menunjukkan dirimu sendiri yang tidak kamu perlihatkan di hadapan orang lain.
Kejujuran itu terletak pada setiap individu. Kamu manusia, aku juga manusia. Manusia punya perasaan yang mungkin sebagiannya ditunjukkan kepada orang lain, tapi juga ada yang disembunyikan atas alasan masing-masing. Dan mengenai alasannya, hanya kamu yang tahu, otu urusanmu. Jika pun kamu mau mengutarakan alasannya kepada orang lain, barangkali mereka tidak bisa mengerti semudah itu. Ya kan?
Maka, senyuman yang kamu tunjukkan kepada orang lain ketika sedang nongkrong, sedang bekerja, sedang berolahraga, sedang beristirahat dan lain-lainnya… coba perhatikan sikapmu itu, apa kamu masih tersenyum seperti yang kamu lakukan di hadapan orang lain saat sendirian?
Ketika kamu bersedih di keramaian, kamu menangis di samping sahabat, kamu mengeluh di hadapan orang tua, dan kamu jengkel saat bersama anak-anak… coba perhatikan sikapmu itu, apa kamu masih melakukan hal yang sama ketika berada sendirian?
Kamu yang memberi senyuman kepada orang lain, belum tentu bahagia. Sebaliknya, kamu yang bersedih serta berkecil hati di hadapan orang, belum tentu kamu tidak bersyukur. Hanya saja terkadang kamu lupa untuk jujur pada diri sendiri mengenai sikapmu yang ketika sedang sendirian. Kamu terbawa perasaan saat sedang bersama orang lain hingga tak mampu merasakan kehadiran dirimu sendiri ketika sedang sendirian. Oleh karena itu, yang seharusnya kamu bahagia, tapi kamu tidak menyadarinya dan terus mengeluh. Di sisi lain, yang seharusnya kamu bersedih, kamu tak sadar padahal saat sendirian kamu terus bersyukur sambil berdoa pasrah kepada Tuhan.
Di sini, aku tidak menanyakan kenapa kamu bersikap egois seperti itu pada diri sendiri. Tapi aku hanya ingin membuatmu merasakan kehadiran wujudmu sendiri sebagai seorang yang memiliki hati sebab, bukakah sakit rasanya jika hidup dalam kebohongan?
Pahami dirimu sendiri dengan cara katakan sejujur-jujurnya perasaan yang sedang bersemayam di relung kalbumu saat ini. Coba jujur saja… berada di mana dirimu sekarang; baahagia atau bersedih.
Tapi, jangan langsung mengambil kesimpulan yang tidak punya landasan apapun. Di sini kamu bertanya lalu mencoba menemukan jawaban terjujur dari dirimu sendiri. Dan ketika kamu berhasil, kamu malah kembali lupa diri.
Maksudku, bukan berarti jika kamu bahagia maka kamu harus ria. Dan sebaliknya, bukan berarti saat kamu bersedih maka kamu mesti terus larut dalam perasaan itu. Jika yang kamu lakukan demikian, maka tak ada jalan keluar untuk menemukan ketenangan serta kedamaian yang selama ini menjadi cita-cita terselubung.
Tujuan bertanya adalah… jika kamu bahagia, maka kamu harus tetap bersyukur. Dan apabila kamu sedang bersedih, maka tetaplah bersyukur. Kuncinya hanya bersyukur karena di sinilah, di titik inilah kamu memberi makna kepada kehidupanmu sendiri bahwa setiap perasaan yang kamu rasakan itu semata-mata karena Tuhan yang memberinya. Dan ketika satu perasaan lenyap dari dirimu, itu pun juga karena Tuhan yang mengangkatnya. Maka, dengan bersyukur kamu akan tetap waras terhadap dua perasaan yang bersemayam dalam kalbu.
Hanya saja, Tuhan ingin kita melakukan usaha atas diri kita sendiri, Ia ingin agar kita mandiri. Itulah sebabnya, jika kamu bersedih, maka jangan lupa bahagia karena kebahagiaan itu akan singgah jika kamu mencoba mendapatkannya. Lantas bagaimana caranya? Tersenyumlah meski terasa sulit. Kapan lagi kamu menghibur dirimu di tengah situasi sedih jika bukan sekarang? Selagi kesempatan untuk menghibur dirimu itu ada, maka tersenyumlah.
Dan kamu juga mesti tahu bahwa Tuhan tak ingin kita terbuai terlalu jauh oleh kebahagiaan. Barangkali, ketika kamu yang tadinya bahagia lalu tiba-tiba sedih, bisa saja Tuhan ingin memberi tahumu bahwa yang mampu memberikan satu perasaan serta yang mampu mengangkat satu perasaan, itu hanya kemampuan-Nya bukan kemampuanmu sendiri. Yang kamu lakukan hanya berusaha dan hasilmya biar Tuhan yang menentukan.
Jadi intinya, jangan berputus asa terhadap apa yang sedang kamu alami sekarang, karena nanti semua perasaan itu akan lenyap. Dan juga, jangan terlalu senang terhadap rasa bahagia karena nanti juga kebahagiaan itu akan pergi mengetuk hati pemilik jiwa lainnya setelah beberapa waktu bersemayam di sanubarimu.
Semua ini hanya tentang giliran. Hari ini kamu bersedih, tapi besok kebahagiaan akan datang memberi kabar gembira… begitupun sebaliknya.
Dan kunci agar kamu tetap waras menghadapi setiap teka-teki perasaan ini yaitu dengan cara bersyukur. Adapun untuk dapat bersyukur, kamu harus jujur dulu pada diri sendiri. Ketika kamu sudah berani jujur terhadap diri sendiri, maka kamu sudah melakukan satu kebaikan kepada batinmu yaitu mengakui keberadaanmu di dunia ini.
Bukannya sakit ketika tak ada orang yang mengakui bahwa kamu ada? Maka, hal yang paling sederhana adalah gerakkan dirimu untuk mengakui keberadaanmu di tengah banyaknya orang yang menolak dan enggan menganggap kehadiranmu.
Jangan terlalu sibuk mengakui keberadaan orang lain, tapi kamu lupa untuk mengakui dirimu sendiri.
Jangan terlalu sibuk membahagiakan orang lain, tapi kamu lupa bahwa dirimu itu juga butuh kebahagiaan.
Sampai di sini, kamu paham kan?
Maka, ku tanyakan sekali lagi, apa kamu bahagia hari ini?
Jawablah sejujur-jujurnya dari lubuk hati terdalam, lalu bersyukurlah. Jangan ragu untuk jujur karena kini sudah waktunya untuk kamu bahagia di hadapan dirimu sendiri.
— Breaking Reza —