Langit senja terlihat sedikit mendung — juga sedikit kemerahan
Saat kupandang langit senja itu… entah kenapa malah terlukis wajahmu…
Dan aku malah semakin tertegun menatap warna kemerahannya
Membuatku mengingat aura dari syahdunya senyumanmu
.
Engkau adalah simbol keindahan
Simbol keteduhan
Begitu syahdu rasanya setiap saat melirik senyumanmu
Aku tak ingin memalingkan tatapanku
.
Saat kupikir gerimis membawaku mengenangmu
Padahal
Aku hanya sedang merindukanmu
Merindukan kehadiranmu yang entah kapan akan kembali berjumpa
.
Aku teringat akan waktu-waktu yang pernah kita habiskan bersama
Semua hanya tentang senyuman kita
Yang terukir begitu saja
Terukir karna kita sudah saling mengenal perasaan masing-masing
Di antara hatimu dan hatiku
.
Aku selalu bermimpi ingin memiliki senyuman syahdumu
Lantas kuketahui kebenaran setelah mendengar apa yang kau utarakan
Meskipun aku mengagumi senyumanmu tanpa alasan
Sayangnya senyumanmu itu takkan pernah menjadi milikku
.
Aku selalu mencoba melukis wajahmu
Namun kemudian kusadari bahwa aku bukanlah seorang pelukis
Maka… kuambil selembar kertas dan mulai berpuisi
Kulampiaskan semua kekagumanku
Yang tak pernah bisa kujelaskan melalui lisan
.
Karna sebenarnya
Kau telah menyejukkan batinku
Memadamkan kegelisahan
Melenyapkan segala ketakutan
Dan mengubah mimpi buruk menjadi sebuah harapan terindah
Namun sayangnya… Semesta masih belum merestui
.
Karna aku ingin mengatakannya sekali lagi
Bahwa senyumanmu
telah menyelamatkanku dari tepian jurang yang tak berpengharapan
Senyumanmu telah menerbitkan asaku yang sempat hilang
Tapi sayang sekali
Lekukan bibirmu yang syahdu itu tetap tak bisa kumiliki
.
Kini
Yang bisa kulakukan hanyalah bergumam dan membatin
Berandai memiliki senyumanmu
Kurangkai sajak-sajak puisi agar semuanya menjadi kenyataan
Walaupun hanya dalam batasan ruang imajinasi
.
Mungkin senyumanmu terlalu syahdu untuk kumiliki
Mungkin dirimu terlalu indah untuk bersandar di pelukanku
Mungkin cahaya batinmu terlalu mewah
sehingga aku tak mampu menerimanya bersama sanubari yang kotor ini
.
Duhai wanita suci
Izinkan diriku berpuisi tentangmu
Sampai nanti aku tak tau lagi harus merangkainya dengan kata-kata
Sampai yang bisa kulakukan untuk mengagumi syahdunya senyumanmu
hanya dengan memandanginya saja
Tanpa kata — tanpa suara
.
Walaupun aku telah mengagumimu tanpa alasan
Pada akhirnya semua kekaguman milikmu takkan pernah bisa kugapai
Yang dapat kulakukan hanyalah memendamkamnya
Juga membatin pada diri sendiri
Hanya aku seorang diri
.
“Hai, Rani… auramu terlalu syahdu di balik tatapan mataku”
Tapi jangan tanya kenapa
Karna aku sendiri juga tak punya jawabannya
Biarkan semua ini terjadi sampai waktu yang tidak kuketahui
.
Seandainya kau bisa melihat luka batinku yang berhasil pulih karna pancaran auramu… mungkin kau paham kenapa aku akhirnya memilih jatuh cinta padamu — dan masih juga mencintaimu sampai detik ini.