Atthahira
— —
“Dalam air matamu kau mengadu, dalam rasa sakit kau berjuang, di balik pengkhianatan rasa kau terbenam. Tapi bunga akan kembali mekar setelah layu, bunga akan kembali berwarna dan tumbuh indah setelah patah. Bahkan matahari pun akan kembali terbit setelah terbenam. Karna kau adalah sosok setia, maka hanya lelaki setia-lah yang harus ditakdirkan hidup bersamamu.”
“Kau telah menumpahkan kepedihan, kau meluapkan emosi batin yang tersembunyi di dasar sanubari. Adalah Tuhan satu-satunya yang menjadi saksi atas bait-bait doa yang kau panjatkan di ujung sepertiga malam. Sejauh ini aku menatapmu sebagai wanita yang luluh, kini saatnya mendengar kisah cintamu yang akan menuju kepada kebahagiaan abadi. Itu semua karna kau pantas untuk dicintai oleh orang yang juga kau cintai.”
“Dimulai dari sini, aku tak perlu mengilustrasikanmu sebagai keindahan lainnya seperti menyamakan keelokanmu dengan keanggunan senja. Untuk apa ku lakukan di saat mawar merah saja terlalu iri dengan pesonamu itu.”
“Dan barangkali ada satu kisah yang ingin ku rangkai — kisah cinta yang akan ku abadikan dalam sajak puisi sederhana milikku. Itu karna, kau terlalu hebat untuk menghapus titik-titik permata yang pernah membasahi pipi. Kini, coba bisikkan beberapa kata untukku, sejauh mana rasa sakit mengajarimu untuk tetap berpegang teguh dibalik remuknya hati…?”
“Tapi Atthahira, Tuhan telah membentuk batinmu sedemikian rupa agar menjadi matahari yang ‘kan selalu terbit, meskipun… nanti usiamu semakin senja.”
— BREAKING REZA