Air Mata suci
“Aku tau aku akan terluka. Aku tau rasanya akan begitu menyakitkan. Terkadang untuk merelakan sesuatu harus ada yang dikorbankan. Namun tak perlu ditangisi. Karna semua hanya sebentar saja.”
Riko jelas masih mengingat apa yang pernah diceritalan oleh temannya saat itu. Dan di pagi hari yang sejuk ia telah bersiap memulainya. Memang segalanya tampak berbeda baginya. Tapi siap tak siap semua akan ditentukan olehnya. Ia baru saja memulai hidup di ‘dunia baru’.
Dengan jaket hitam dan sebuah topi, Riko tampak sedang bersiap-siap. Sepatunya terlihat lebih mengkilat dari sebelumnya. Tak lama setelah itu, matanya melihat jam tangannya, menunjukkan pukul 7.35 pagi. Setidaknya ia tidak perlu terburu-buru mengayuh sepedanya ke kampus.
“Riko.” Seorang lelaki memanggilnya.
Riko langsung tersadar dan menoleh kebelakang. Seorang lelaki dengan kemeja putih berjalan menghampirinya. Langkahnya cepat, seperti sedang terburu-buru. Laki-laki itu terlihat lebih putih dari Riko.
“Oh Harun. Apa kabar?” Tanya Riko yang memulai basa-basi.
“Baik, kau sendiri?” Tanya lelaki itu.
Riko mengangguk. Kemudian mereka berjalan menelusuri kampus. Hari ini adalah hari pertama bagi mereka di dunia kampus. Tampak dari keduanya masih bingung mencari ruang belajar. Dan yang lebih parahnya lagi, keduanya masih belum terlalu berani untuk bertanya sehingga mereka hanya menghabiskan waktu untuk mencari ruangan.
“Hei Riko, sudah jam 8. Kita telat.” Kata Harun.
“Apa boleh buat, kampus ini membuatku bingung. Tidak sama seperti di sekolah.” Sahut Riko.
“Sebaiknya kita bertanya saja.” Lanjut Harun.
“Ide bagus, coba…” Riko menyuruh Harun untuk bertanya. Namun ia hanya tersenyum saja.
“Kenapa?” Tanya Riko bingung.
“Kau saja yang bertanya. Kau lebih pede dari diriku.” Kata Harun.
Keduanya sempat berdebad kecil. Namun Riko harus mengalah karna dia tidak terlalu bagus dalam bal berdebat.
Riko pun menjumpai seorang wanita yang sedang terduduk di sebuah bangku panjang. Sepertinya wanita itu adalah senior.
“Maaf, kalau boleh tau, kelas C.3.14 di mana ya?” Tanya Riko.
“Oh itu di lantai tiga. Lurus saja ke sana, nanti kalian akan menemui tangga. Lewat tangga itu saja, lebih dekat.” Jawab wanita itu sambil tersenyum kecil.
“Baiklah, terima kasih.” Kata Riko.
“Mahasiswa baru?”
“Iya,” Jawab Riko singkat.
“Semoga hari-hari kalian menyenangkan di kampus ini.” Tutup wanita itu.
Riko dan Harun tiba di kelas pada puku 8.10. Mereka telat sepuluh menit. Dan dosen pun sudah berada di dalam ruangan. Namun karena hari ini adalah hari pemula, mereka diizinkan masuk.
Lagipula, biasanya hari pertama kuliah sering dimulai dengan perkenalan para mahasiswa dengan dosen mereka. Lalu dilanjutkan dengan menetapkan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh mahasiswa.
Riki dan Harun langsung berjalan mencari bangku-bangku kosong. Karena mereka telat, maka tempat yang masih tersedia hanya ada di paling belakang.
Setelah duduk, keduanya langsung mengeluarkan sebuah buku catatan. Sesekali Riko melihat ke sekitar, memandangi teman-temannya yang masih belum terlalu ia kenali selain Harun.
Ia mengenal Harun karena beberapa hari sebelum kuliah dimulai, mereka sudah sering berjumpa untuk mengurus segala keperluan administrasi di kampus.
Saat matanya sedang melirik-lirik ke sekitar, tanpa disengaja ia melihat seorang wanita yang duduk di barisan paling depan.
Tak lama setelahnya, wanita itu menoleh ke belakang untuk mengambil sesuatu di dalam ranselnya.
Riko langsung tak berkutik. Matanya lama menatap wanita itu. Memang terlihat sedikit mengagumkan.
Saat ia kembali menoleh ke depan, Riko masih saja terdiam. Entah apa yang ada di benaknya sehingga membuatnya terpaku.
Saat kelas selesai, seorang laki-laki berjalan ke depan. Ia adalah ketua kelasnya. Dan sepertinya ada beberapa hal penting yang ingin disampaikan. Semua orang mendengarkan apa yang ia bicarakan, termasuk Riko.
Harun terlihat sedang mengobrol dengan teman laki-laki lainnya. Riko pun langsung bergabung. Sepertinya ia merasa sangat beruntung dapat mengenal teman-teman barunya. Mereka terlihat sangat bersahabat dan Riko sangat nyaman dengan hal tersebut.
Saat Riko sedang berada di parkiran, di sana ia kembali berjumpa dengan wanita itu. Walaupun kali ini ia mencoba untuk tidak memperdulikannya, namun sesekali matanya menatap wanita itu.
Dan selang beberapa detik kemudian, Riko memalingkan wajahnya. Ia merasa seperti bersalah. Namun entah mengapa terkadang ia kembali menatap wanita itu.
Saat wanita itu berlalu dari hadapannya, Riko masih saja memikirkan namanya yang sama persis seperti yang dikatakan oleh temannya.
Sambil mengayuh sepedanya, ia terus memikirkan wanita itu. Seperti ada rasa tertarik untuk mengenalnya lebih dekat.
Suasana kelas tampak sedikit ribut. Mereka sedang menunggu hadirnya dosen yang belum juga tiba. Riko sedang membaca sebuah buku sambil sesekali menoleh kepada temannya, Fajar, untuk menanyakan suatu hal. Sepertinya Riko sedang mengulang kembali pelajaran minggu lalu.
“Riko, apa buku itu milikmu?” Seseorang bertanya.
Sadar ada yang bertanya, Riko langsung menoleh kepada suara tersebut yang ternyata itu adalah wanita yang selama ini ia lirik-lirik.
“Iya.” Jawab Lelaki itu singkat.
Terlihat sekilas matanya memandangi dalam wanita tersebut. Wanita yang sebelumnya hanya ia pandang dari jauh kini berada tepat di hadapannya.
Riko seperti tak dapat melakukan sesuatu. Bahkan untuk menjawab pertanyaan yang baru saja diajukan kepadanya, ia tampak sedikit gugup.
“Boleh ku pinjam nanti setelah kelas selesai?” Tanya lagi wanita itu.
“Tentu,” Riko lagi-lagi menjawabnya dengan singkat.
Wanita itu pun kembali duduk di tempatnya. Sedangkan Riko lanjut membaca. Namun pikirannya sudah tidak lagi fokus. Wanita itu membuatnya sulit untuk kembali serius membaca bukunya. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Namun ia tak menyadari itu.
Saat kelas selesai, Riko langsung menghampiri wanita itu.
“Ulfy, ini.” Kata Riko sambil memberikannya buku itu.
“Terima kasih. Besok akan segera ku kembalikan.” Sahut Ulfy.
Riko mengangguk. Mereka lalu sedikit berbincang-bincang tentang sekolah mereka. Riko tak menyia-nyiakan waktu singkat ini.
“Galih? Kenal. Dia dulu sekelas denganku.” Kata Ulfy menjawab pertanyaan dari Riko.
“Dia dulunya teman ku, saat masih di SMP.” Kata Riko yang menjelaskan tentang Galih.
Riko sengaja bertanya tentang Galih kepada Ulfy karena sebelumnya Galih pernah mengatakan bahwa salah satu teman sekolahnya lulus kuliah di sebuah universitas negeri.
Hal itu diungkapkan oleh Galih saat mereka sedang berbincang-bincang tentang dunia perkuliahan. Adalah hal biasa yang dilakukan oleh mahasiswa baru untuk membahas tentang dunia perkuliahan.
Riko pun percaya jika wanita yang pernah dibicarakan oleh temannya itu adalah Ulfy. Dan persis seperti yang diceritakan oleh Galih, Ulfy memiliki paras yang tak biasa. Wajahnya begitu mempesona dan Riko tak dapat mengelak akan hal itu.
Perlahan tapi pasti, Riko dan Ulfy menjadi semakin dekat. Sebagai hubungan pertemanan, itu adalah hal yang lumrah. Bagi Riko, Ulfy adalah wanita yang sangat sederhana. Walaupun ia begitu mempesona, namun Ulfy tak menganggap dirinya cantik.
Di saat banyak wanita lain yang menganggap dirinya cantik, dan ingin terlihat cantik, tapi Ulfy hanya menjadi dirinya sendiri. Dan itu membuatnya menjadi lebih bebas dan tenang dalam menjalani segala aktivitas di kampus.
Dengan kedekatan mereka saat ini, sering sekali Riko menanyakan beberapa hal tentang materi perkuliahan yang sulit. Walaupun terkadang itu hanyalah alasan baginya untuk dapat berbincang-bincang dengan Ulfy. Namun hal demikian sudah membuat Riko merasa bahagia. Ya, ia bahagia. Sesederhana itu.
Suatu malam, Riko dan temannya Fajar menyelesaikan tugas bersama. Keduanya sangat serius. Sesekali Riko mengajukan pertanyaan kepada Fajar dan begitu juga sebaliknya. Keduanya pun terkadang terlihat memegangi ponsel masing-masing, sambil sesekali keduanya kedapatan tersenyum saat memandangi ponsel mereka walau tak lama .
Saat keduanya kembali fokus mengerjakan tugas, tiba-tiba ponsel Riko berbunyi, pertanda ada sebuah pesan masuk.
Melihat Riko tak menghiraukan hal itu, Fajar dengan cepat membuka pesan itu. Entah apa yang membuat lelaki itu begitu penasaran dengan isi pesan singkat di ponsel Riko.
Setelah membaca pesan itu, Fajar terlihat sedikit tersenyum. Ia lalu memberikan ponsel itu kepada Riko.
Riko memandangi layar ponselnya lalu kedua jempolnya mulai mengetik sesuatu. Sedangkan Fajar masih tersenyum sambil terkadang melirik Riko. Ia baru menyadari bahwa dari tadi Riko sedang berbalas pesan singkat dengan Ulfy.
Walaupun isi pesan tersebut hanya berkaitan dengan materi perkuliahan, namun bagi Fajar itu adalah sesuatu yang lain. Wajar saja, Riko dikenal sebagai orang yang cuek terhadap wanita. Maka saat mengetahui Riko sedang membahas sesuatu dengan Ulfy, Fajar malah berpikir sesuatu yang lain. Ia menyangka jika Riko menyukai Ulfy.
Semakin lama, hubungan pertemanan Riko dan Ulfy semakin erat. Terkadang mereka menghabiskan waktu diperpustakaan bersama teman-teman lainnya.
Selama kedekatan mereka itu, Riko benar-benar merasa ada yang aneh pada dirinya. Ia merasa menjadi pribadi lain saat bersama Ulfy. Entah mengapa, ia sering kali merasa gugup saat bersama wanita itu.
Sedangkan Ulfy malah sebaliknya. Ia tetaplah wanita dengan kepribadiannya sendiri. Ia tidak merasa gugup sedikitpun saat bersama Riko.
Dan seiring berjalannya waktu, sesuatu menghapiri Riko. Kini tiada hari baginya tanpa memikirkan wanita itu. Bahkan terkadang saat kelas sedang berlangsung, tak jarang Riko melamunkan Ulfy.
Kedekatan Riko tidak hanya dengan Ulfy saja. Bersama teman laki-laki yang lain pun ia terlihat sangat akrab. Bahkan keadaan semakin menggila saat semester demi semester berlalu. Riko benar-benar merasakan hadirnya keluarga baru dalam hidupnya.
Tak jarang pula Riko dan teman-temannya membahas tentang wanita saat sedang waktu luang. Hal itu memang biasa mereka lakukan. Dan yang hampir selalu menjadi sasarannya adalah Fajar, karna Irwan, ketua kelas mereka, mengetahui segalanya tentang Fajar termasuk wanita yang sedang dikagumi olehnya.
“Aku sudah sejak lama mengetahui jika Fajar menyukai Elva. Jadi dia tak bisa mengelak daripada itu.” Kata Irwan. Teman-teman yang lain malah tertawa senang mendengar ucapan Irwan.
“Sekarang yang menjadi sorotan adalah Riko. Kau terlalu cuek kepada wanita sehingga sulit bagiku untuk mengetahuinya.” Lanjutnya.
Riko hanya tertawa. Hatinya begitu senang karena Irwan tidak mengetahui siapa wanita yang sedang di dekati oleh Riko.
Namun Fajar dengan cepat memberikan sebuah inisial tentang wanita yang mungkin sedang didekati oleh Riko.
“Sepertinya aku tau siapa wanita yang sedang diidamkan olehnya.” Kata Fajar sambil menatap Riko.
“Menduga-duga boleh. Tapi hanya aku yang mengetahui siapa sebenarnya wanita yang sedang ku sukai.” Sahut Riko.
Hari-hari kian terasa berat bagi Riko. Entahlah, ia merasakannya setiap kali bertatapan dengan Ulfy. Dan seringnya ia termenung saat melihat wanita itu berlalu pulang meninggalkannya di parkiran. Terasa seperti ada sesuatu yang hilang dari diri Riko saat melihat Ulfy mengendarai motornya.
Sejak saat itu, Riko sering menghabiskan waktunya di pantai ketika kelas selesai dengan mengayuh sepedanya. Sesekali ia berhenti dan mengambil kamera digital dari dalam ranselnya untuk mengabadikan beberapa pemandangan yang indah.
Saat tiba di pantai, seorang diri, dan berdiam diri di sana. Ia sedang memikirkan sesuatu, tentang Ulfy. Dalam hati ia terus bertanya apakah ia telah jatuh hati kepada wanita itu.
Namun setiap kali ia berjumpa dengan Ulfy, pasti ia akan merasa gugup. Dan itu sudah ia rasakan saat pertama kali Ulfy menegurnya di kelas, ketika Ia hendak meminjam buku milik Riko.
Riko masih belum mengerti, dari mana awalnya ia menyukai Ulfy. Walaupun ia mengakui jika sebenarnya ia mengagumi Ulfy. Riko tau, kecantikan Ulfy bukanlah hal biasa. Bahkan ia sering mendengar orang-orang membicarakan tentang kecantikan Ulfy. Tidak hanya bagi laki-laki, para wanita pun mengakui jika Ulfy begitu anggun.
Tapi tetap saja Riko masih belum mengerti kenapa ia terus-menerus memikirkan Ulfy hingga membuat beberapa temannya kini mengetahui siapa wanita yang selama ini membuat Riko sering tak fokus saat di kelas.
Dan perlahan Fajar mulai mengerti dengan gerak-gerik Riko. Ia bahkan menyarankan Riko untuk mengungkapkan perasaannya itu. Hal yang sama juga dikatakan oleh Irwan.
Namun Riko tak pernah bergerak. Walaupun ia sungguh ingin menyatakannya kepada Ulfy, ia tak pernah melakukannya. Tidak pernah.
Tapi, semakin lama ia menutupinya, semakin ia merasa sakit. Memang Riko merasa lebih bersemangat saat berjumpa dengan Ulfy. Namun kemudian ia menderita saat melihat Ulfy berlalu dari hadapannya. Begitu terus-menerus hingga membuat lelaki ini tak kuasa lagi menahannya.
Ia mulai berpikir apa yang dikatakan oleh Fajar dan Irwan adalah benar. Ia harus mengungkapkan apa yang tersembunyi di balik hatinya jika tak ingin terus-menerus menderita.
Namun entah mengapa ia tak pernah menyatakannya. Di saat hatinya ingin sekali mengungkapkannya, namun berulang kali pula ia menahannya.
Malam itu ia menghabiskan banyak lembaran kertas. Ia menulis tentang sesuatu yang tersembunyi dari dalam hatinya. Dan dengan begitu, ia berharap dapat mengurangi rasa sakit dan beban pada pikirannya. Tangannya begitu lihai mengukir tulisan pada lembaran bukunya.
“Saat aku tiba di kampus ini, hal utama yang ingin aku lakukan adalah fokus dan selesai pada waktunya. Namun kemudian semua berubah saat kau hadir. Dalam tatapan pertamaku, entah kenapa aku begitu yakin jika kau adalah wanita yang pernah diceritakan oleh temanku. Dan benar saja. Apa-apa saja yang ku dengar tentangmu dan pesonamu, benar-benar melekat padamu. Dan aku tak dapat menahannya saat sesuatu mendobrak hatiku dari dalam. Lalu tiada hari tanpa memikirkan dirimu. Terkadang kau membuatku kuat namun terkadang kau juga membuatku lemah. Ulfy, saat aku bersamamu, menatapmu, ingin sekali aku mengatakan bahwa aku sangat mengagumimu. Tapi aku tidak bisa, aku berusaha menahannya sekuat mungkin untuk meyatakannya padamu. Aku takut jika kekagumanku padamu adalah kebohongan belaka dari imajinasiku. Karna aku tak sanggup jika setelah ku ungkapkan semuanya lalu aku menyakitimu dan membuatmu terluka. Aku takkan pernah bisa memaafkan diriku, jika hal itu terjadi padamu. Butuh waktu bagiku untuk memahami semua ini, jika memang aku menyukaimu. Ku harap aku masih memiliki banyak waktu sampai pada nanti aku benar-benar menyatakannya padamu. Dan ku harap kau berkenan menantinya.”
Riko merasa sedikit lega setelah menulis kata-kata itu. Setidaknya, sudah seminggu berlalu sejak ia merangkai tulisan itu dalam buku hariannya, dan ia masih merasa baik-baik saja.
Saat kelas selesai, Riko bersama dua temannya, Afni dan Tika, menghabiskan waktu bersama di kantin. Riko memang dikenal terlihat lebih tenang dibandingkan teman laki-laki lainnya. Tak satupun ia menyanggah perbincangan yang dilakukan oleh Afni dan Tika. Ia hanya menikmati kopinya saja sambil sesekali bermain-main dengan ponselnya.
Namun perlahan Riko mulai mengikuti apa yang diperbincangkan oleh kedua temannya itu. Baginya, ada hal menarik yang harus disimak, dan sepertinya juga penting untuknya.
Sesekali matanya bergantian menatap Afni dan Tika yang begitu serius bergosip.
“Aku juga tidak menyangka jika Riskan menyukai Ulfy.” Kata Afni.
Riko mulai menyimak perbahasan ini dengan sangat serius.
“Iya, aku juga. Padahal selama ini Riskan tidak pernah mendekati Ulfy. Bahkan aku tak pernah melihat mereka saling berbicara.” Sambung Tika.
Dalam hati, Riko juga berpikiran sama seperti apa yang diucapkan Tika. Tapi lebih dari pada itu, Riko bertanya-tanya dari mana mereka mendapatkan informasi itu.
“Tapi sebenarnya itu hal yang lumrah. Lihatlah Ulfy, siapa sih yang tidak menyukai dia? Cantik. Benarkan Rik…” Afni menatap Riko.
“Jangan-jangan Riko juga suka sama Ulfy.” Kata Tika sambil bercanda.
Riko hanya tersenyum dan terus menyeduh kopinya yang tanpa ia sadari sudah habis setengah gelas. Ia masih belum percaya dengan gosip yang diperbincangkan oleh kedua teman wanitanya itu.
Sore hari, Riko menemui Fajar dan Irwan di sebuah warkop. Tampak mereka berdua sedang sibuk membahas sesuatu.
“Hei..” Sapa Riko.
“Sepertinya sedang ada hal serius.” Lanjutnya.
“Kau tak tau? Dino akhirnya memenangkan balapan pertamanya musim ini. Sungguh luar biasa.” Kata Irwan.
Mereka lalu melanjutkan pembahasan itu, dan Riko hanya mendengar saja. Tak lama setelah itu situasi menjadi hening. Ketiganya terlihat sibuk memainkan ponsel. Namun tak lama setelah itu, Fajar memecahkan keheningan.
“Riko, mau sampai kapan kau akan menyembunyikan perasaanmu terhadap Ulfy.” Tanya Fajar.
Riko sedikit kaget mendengar pertanyaan itu. Namun ia mencoba untuk tetap tenang.
“Tidak bisa, aku tidak bisa mengungkapkannya.” Jawab Riko.
“Kenapa? Bukankah kau bersungguh-sungguh?” Tanya balim Fajar.
“Semakin kau memendamnya semakin kau menderita, ingat itu Riko.” Kata Irwan
“Aku hanya belum siap.”
“Lalu kapan kau akan siap? Hei, ketahuilah, banyak lelaki yang menyukai Ulfy. Kau harus tau itu.” Kata Fajar.
“Aku mengerti itu, tapi…”
“Ada baiknya kau keluarkan semuanya. Aku tau, aku bisa melihatnya dengan jelas dari wajahmu. Kau pasti sangat menderita karna terus memendam perasaanmu. Tugasmu adalah nyatakan, aku tidak menyarankanmu untuk menjalin hubungan dengannya. Tapi bebaskan dirimu itu.” Jelas Irwan.
Riko terdiam sejenak. Wajahnya menjadi sedikit cemas. Ia teringat akan perbincangan Afni dan Tika tentang Riskan. Ia masih beranggapan apa yang digosipkan oleh wanita-wanita itu adalah omong kosong. Namun terbesit dalam benaknya untuk memastikannya.
Tak lama setelah itu tangannya mulai bergetar. Ada sesuatu yang ia takuti, tapi ia harus mengetahuinya.
“Hei, apa kalian tau sesuatu tentang Riskan?” Tanya Riko kepada kedua temannya.
“Kenapa dengan Riskan?” Tanya Fajar.
Dengan menarik dalam napas, ia pun bercerita panjang lebar terkait apa yang ia dengar tentang Riskan dan Ulfy.
“Bukankah sudah ku katakan sebelumnya, yang menyukai Ulfy bukan kau saja. Sekarang kau paham kan.” Kata Fajar.
“Riko, aku tau kau benar-benar menyukai Ulfy, aku bisa melihat keseriusan itu dari matamu. Ungkapkan segera, dan bila nanti Riskan juga mengungkapkan perasaannya, biarkan Ulfy memilih diantara kalian. Dan pada akhirnya, kau harus bisa merelakan jika nanti Ulfy memilih tak seperti yang kau harapkan. Tapi aku mengatakan ini agar kau dapat merasakan kebebasan.” Jelas Irwan.
Saat itu Riko mulai percaya jika Riskan memang menyukai Ulfy. Ia hanya terdiam dan memilih untuk tak melanjutkan lagi pembahasan itu.
Dalam perjalanan pulang, Riko mengayuh sepedanya lebih lambat dari biasanya. Matanya melamun, tubuhnya juga terasa semakin tak bersemangat. Kedua tangannya mulai bergetar hebat. Ia tak menyangkan jika salah satu temannya yang sebelumnya pernah mendukungnya untuk mengungkapkan perasaannya kepada Ulfy, ternyata juga menyukai wanita yang sama.
Selama ini ia melihat keceriaan Riskan dalam bergaul, ternyata menyimpan sesuatu luka. Tawanya ada mungkin karena ia sudah tak sanggup lagi menahan luka. Riskan selama ini juga memendam perasaan kepada Ulfy.
Saat malam tiba, Riko juga masih memikirkan hal itu. Ia benar-benar tak percaya. Lalu kemudian ia mencoba merasakan apa yang dirasakan oleh Riskan.
Riskan mencoba bersembunyi di balik tawa lepasnya. Riko terus merasakan apa yang dilakukan oleh Riskan saat tidak bersama teman-temannya. Riko merasakan air mata batin temannya itu. Sungguh dalam benaknya, pendertiaan yang dialamai oleh Riskan mungkin jauh lebih berat dibandingkan dirinya.
Ia lalu mengambil buku hariannya. Ia baca semua tulisan itu dari halaman pertama hingga habis. Terbesit dalam pikirannya, mungkin ia hanya bisa mengungkapkan perasaannya terhadap Ulfy dari tulisan saja.
Saat ia selesai membaca tulisan itu, tanpa disadari ia menitikkan air matanya. Tak sanggup ia menahannya yang sudah terlanjur membasahi lembaran buku hariannya.
Setelah beberapa hari Riko diselimuti dengan rasa cemas dan takut, kini ia berusaha menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tetap mencoba tenang walaupun cemas masih terus menghantuinya.
Kini ia lebih sering menghabiskan waktu sendirian. Selalu setelah kelas selesai ia mengayuh sepedanya menuju pantai hanya untuk melihat dan mendengarkan suara ombak. Setelah merasa lebih baik, ia baru menuju ke rumah dan tetap berusaha untuk menjaga raut wajahnya dari rasa cemas.
Suatu hari saat menanti kelas selanjutnya, Riko menghabiskan waktunya dengan menikmati secangkir kopi di kantin.
Tak lama setelah itu Riskan tiba dan bergabung bersama Riko. Walaupun sekarang keadaannya telah berubah bagi keduanya, di mana mereka saling mengetahui jika mereka menyukai wanita yang sama, mereka tetap berusaha menjaga hubungan pertemanan mereka.
Seperti biasa, mereka berbincang-bincang tentang perkuliahan sampai tentang sepakbola. Setelah itu keduanya senyap.
Riko tampak memainkan ponselnya. Namun sebenarnya ia sedang memikirkan sesuatu. Sesekali lelaki ini menatap Riskan yang juga sibuk dengan ponselnya. Namun sepertinya ia sedang menonton sebuah video.
“Riskan.” Kata Riko yang dibalas dengan tatapan oleh temannya itu.
Untuk dalam waktu yang singkat, Riko telah memutuskan sesuatu yang pada akhirnya akan membawanya ke sebuah tempat persinggahannya.
“Kita sama-sama mengetahui suatu hal, dan aku tau bahwa kau juga memendam perasaan kepada Ulfy. Dan aku juga mengerti dengan perasaanmu itu. Jika kau memang benar-benar mencintainya, datang dan nyatakanlah padanya. Kau lebih pantas hadir disisinya karna aku melihat keseriusan dari dirimu. Perjuangkan itu. Aku akan baik-baik saja.” Jelas Riko.
Riskan yang awalnya tertawa, perlahan rasa riangnya itu menghilang. Matanya menatap ke bawah. Tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya.
Namun dalam hatinya, ia percaya jika Riko telah mengambil sebuah keputusan penting dalam hidupnya. Riskan menatap dalam temannya itu. Matanya terlihat seperti ada sebuah perasaan bersalah.
Riko meneguk habis kopinya dan kembali menatap Riskan. Beriringan dengan senyumannya, ia menganggukkan kepalanya seolah memberikan sebuah isyarat bahwa ia siap dengan segala resiko yang akan ia hadapi nantinya. Riko telah siap dengan segala rasa sakit yang akan di deritanya.
Setelah itu Riko bangkit dan mengayuh sepedanya. Ia tidak menuju ke kelas, tapi ke suatu tempat di mana ia akan merasa lebih baik sambil memotret beberapa objek yang indah
Tepat seminggu setelah Riko mengatakan sebuah hal yang sangat penting kepada Riskan, tak lama setelah itu Riskan dan Ulfy menjalin sebuah hubungan ‘suci’. Dan hal itu sudah ia duga jauh-jauh hari.
Walaupun Riko telah siap menerima resikonya, namun hatinya tak dapat berbohong jika ia sungguh sangat menderita. Sungguh sebenarnya begitu berat baginya saat melihat Riskan bersama Ulfy.
Akan tetapi, Ulfy telah memilih, tepat di saat Riskan datang menyatakan persaannya. Dan wanita itu sungguh telah menetapkan, lelaki yang akhirnya akan berjalan bersamanya untuk melewati hari-hari bersama.
Dan Riko, mungkin ia bersyukur karna dirinya tak pernah menyatakan isi hatinya kepada Ulfy. Karna jika ia melakukannya, bisa saja akan ada hati lainnya yang terluka.
Maka dalam diamnya, ia merasa sudah melakukan tindakan yang seharusnya ia lakukan. Walaupun kemudian ia menderita dsn terluka. Ia percaya itu akan sesaat saja.
Setelah berbulan-bulan berlalu, Riko masih berteman baik dengan Riskan dan Ulfy. Masih tersenyum, masih berbicara, masih saling bertukar cerita walau situasinya tak lagi sama.
Jauh dalam lubuk hatinya, Riko masih menyimpan baik perasaannya kepada Ulfy. Ia tau segalanya tak akan mudah baginya setelah ia memutuskan sesuatu pada saat itu.
Namun Riko terus berjalan, perlahan tapi pasti. Ia hanya ingin mengambil sisi baiknya saja.
Bagi Riko, Ulfy akan terus menjadi teman baiknya sampai kapanpun. Karna baginya, wanita itu telah mengajarinya banyak hal. Salah satunya untuk terus menjadi diri sendiri di manapun ia berada.
Banyak yang menganggap Ulfy bagaikan mawar merah yang mempesona. Tapi bagi Riko, mawarlah yang mencoba menjadi seperti Ulfy agar sinar merahnya semakin terpancar mempesona.
“Di saat banyak orang ingin menjadi pribadi lain agar terlihat cantik, tapi kau malah memilih menjadi dirimu sendiri agar terlihat sesederhana mungkin.”
Berdasarkan dari Salah satu kisah dalam Ukiran Catatan di Jalan Hamzah.