15 Tahun Sudah…

Secercah harapan dalam janji setia 15 Agustus 2005

Reza Fahlevi
3 min readAug 15, 2020

Mencoba kembali ke masa lalu. Memundur tahun tepat di angka-angka jeritan. Di mana masa depan sepertinya takkan pernah ada lagi. Saat harapan hanya menjadi mimpi dalam lelap tidur. Sirna cahaya seakan berlalu dari setiap mata yang memandang.

Perjalanan panjang nan melelahkan; penuh dengan amarah serta perjuangan; berdarah memerahi setiap tanah di waktu fajar, berlanjut panjang hingga petang menghilang terbenam akan sinar kegelapan malam.

Ada tangisan yang sulit dijelaskan terhadap negeri yang ku sebut Aceh ini. Kotaku, kotamu, negeri kita bersama. Kenapa? Karna kita sama, terlahir dari keturunan kakek dan nenek dalam satu tanah. Berbeda tak jadi masalah karena kita seharusnya memang sudah saling mengenal sejak dulu.

Dan kuceritakan sejauh yang ku ketahui. Berlalulah Aceh ini hingga sejarah panjang menyertainya. Identik dengan nuansa Islam, berdiri hebat tepat di belakang Turki. Bermartabat dengan identitas kerajaan. Harga diri yang tak bernilai dalam angka.

Masa-masa perang bersama penjajah telah dilewati. Banyak pemuda syahid mempertahankan tanah asal, tak peduli ketika tubuh sekalipun sudah melemah tak berdaya. Karna mulut adalah senjata terakhir untuk melukai musuh; mencaci seraya murka.

Lalu tahun-tahun berjalan tak terasa. Siang malam terisi dengan alunan Adzan yang merdu. Hanya ingin berdiri dengan kakinya sendiri; Aceh hanya ingin menjadi dirinya sendiri.

Dan kembali dilanda perang — ku sebut ini perang bersaudara. Bala tentara datang ‘bertamu’; memburu setiap nyawa yang dicurigai. Saling membunuh tak lagi manusiawi. Membantai para ayah, menyiksa para ibu, menculik anak-anak. Hanya satu yang masih menjadi sumber kekuatan saat itu — selalu mengingat kepada Allah yang Maha Penyayang.

Malam kian terasa mencekam. Saat matahari tenggelam di ufuk barat, selalu rasa takut melanda setiap insan. Bersembunyi berlindung dari terjangan peluru serta ledakan bom. Air mata adalah satu-satunya bukti akan perasaan batin rakyat Aceh di masa itu.

Doa tanpa henti dilantunkan, pagi siang dan malam selalu berurai air mata. Memohon agar konflik segera usai; agar merpati kembali menari di langit; ibu yang kembali melantunkan ayat-ayat suci; ayah yang selalu bersemangat mencari nafkah; para pemuda memiliki semangat hidup yang nyata.

Lalu Tuhan menguji hamba-Nya, dengan terjangan ombak yang sulit dimengerti. Kenapa? Agar setiap orang membuka mata hatinya, sudah terlalu banyak nyawa melayang. Begitulah Sang Pencipta memberi isyarat kepada setiap orang agar konflik sudah waktunya dihentikan.

Dan malam menjadi gelap gulita. Siang selalu dihiasi dengan tubuh-tubuh tak bernyawa, bangunan yang luluh lantak, kapal-kapal tersangkut di daratan; semua karna Tuhan berkehendak melalui gempa serta Tsunami yang dahsyat sebagai prajurit-Nya. Hingga pada akhirnya, ada sebuah cerita yang hendak diukir pada 15 Agustus silam, seperti ada secercah harapan untuk memulai kehidupan yang penuh dengan perdamaian; harapan untuk memulai mimpi, bangkit, hidup dengan cita-cita, mengakhiri konflik panjang di Bumi Serambi; cerita yang dimulai saat 15 Agustus 2005.

Dan 15 tahun sudah berlalu; sedih, perih, rasa takut dan saling membenci, akhirnya mereda. Pesan tersirat dari Tuhan akhirnya dimengerti oleh para pemimpin. Dan tertulislah dalam sebuah perjanjian; perdamaian Aceh serta Indonesia; sungguh, “nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”

Tapi jangan sekali-kali mengkhianati janji. Jagalah keharmonisan ini walaupun usia terus berjalan menua. Tapi kita bisa sesekali menatap masa lalu, untuk merasakan air mata kepedihan di kala itu; sebagai pelajaran yang sangat berharga untuk kita semua di Aceh ini.

Ingatlah akan harga diri yang pernah diajarkan oleh nenek moyang kita di masa lalu. Jangan merendahkan martabat negeri dengan kebodohan kita. Jangan membohongi rakyat dengan kekuasaan yamg sedang dimiliki saat ini. Kita adalah Aceh dalam selimut Islam.

Masih ada banyak hal yang belum tercapai. Duduk dan musyawarahkan; memulai pergerakan dengan aksi nyata tanpa berlarut dalam basa-basi, semua demi kepentingan bersama. Karna semakin kita bersatu, semakin tangguh pula negeri ini. Dan karna Aceh adalah tempat kita, yang kini semakin menua.

15 Tahun Perdamaian Aceh-Indonesia

Banda Aceh, 15 Agustus 2020

— Breaking Reza

Picture was taken from: infobandaaceh (Instagram) https://www.instagram.com/p/CD5Dbt4A2xt/?igshid=164tu73avr528

--

--

Reza Fahlevi
Reza Fahlevi

No responses yet